Selasa, 01 November 2011

DASAR PROFESI KONSELING


BAB I
DASAR PEMIKIRAN

A.    Profesi Konseling dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
Bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi terbatas hanya pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga dalam seting luar sekolah dan kemasyarakatan. Kehidupan global dan kemjuan teknologi informasi yang memperhadapkan manusia kepada perubahan pesat dan ragam informasi yang amat banyak, menghendaki manusia untuk selalu memperbaiki kemampuan dan kecakapan di dalam memilih dan mengolah informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat. Perbaikan kemampuan dan kecakapan semacam ini perlu dilakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan melalui proses belajar. Proses belajar menjadi proses sepanjang hayat dan menyangkut seluruh aspek kehidupan atau sejagat hayat. Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat akan menjadi determinan eksistensi dan ketahanan hidup manusia.
Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat adalah proses dan aktivitas yang terjadi melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, karena dia selalu diperhadapkan kepada lingkungan yang selalu berubah yang menuntut manusia harus selalu menyesuaikan, memperbaiki, mengubah dan meningkatkan mutu perilaku untuk dapat memfungsikan diri secara efektif di dalam lingkungan.
Menyikapi dinamika masyarakat tersebut, profesi bimbingan dan konseling perlu menekankan pada perspektif baru bimbinga dan konseling yang berorientasi pada kemudahan individu dalam :
  1. Mengakses informasi bermutu tetang kesempatan belajar.
  2. Memberikan bantuan pribadi untuk mengintegrasikan hidup, belajar dan bekerja.
  3. Menumbuhkembangkan individu sebagai pribadi, professional, dan warga negara yang self motivated.
Arah dan persepektif baru bimbingan dan konseling menjadikan bimbingan dan konseling sebagai upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, pengembangan perilaku efektif, dan peningkatan keberfungsian individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku ini merupakan proses perkembangan, proses interaksi antara individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan produktif.
Bimbingan dan konseling memegang tugas dang tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas perilaku. Bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah sebuah proses layanan perkembangan individu, tidak hanya untuk pemecahan masalah saat ini melainkan berorientasi pada pengebangan perilaku jangka panjang. Bimbingan dan konseling bergerak dari orientasi terapeutik-klinis kearah perkembangan.

B.     Arah Kebijakan Pengembangan Profesi Konselor
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pendidikan sebagai”… usaha sadar mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.” Definisi ini membangun paradigma baru praktik pendidikan yang lebih menekankan kepada pembelajaran alih-alih kepada proses belajar mengajar. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran menjadi fokus utama proses pendidikan. Fokus kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan mengutamakan peran guru, melainkan secara sengaja dan terencana melibatkan berbagai profesi pendidik, untuk menangani ragam aspek perkembangan peserta didik.
Suasana belajar dan proses pembelajaran yang dikembangkan harus menyentuh banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik. Pengetahuan, keterampilan, sistem nilai, dan perilaku yang dipelajari peserta didik di kelas, secara klasikal, perlu diperhalus dan diinternalisasi. Ini adalah sebuah proses individuasi pendidikan yang harus menyentuh dunia kehidupan peserta didik secara individual. Proses ini tidak cukup hanyak dilakukan oleh guru, tetapi perlu bantuan profesi pendidik lain yang disebut konselor. Kolaborasi dengan profesi pendidik lain menjadi amat diperlukan. Di dalam lingkungan sekolah, guru bisa berkolaborasi dengan profesi pendidik lain selain guru, yaitu konselor dan pengembangan kurikulum.
Aspek legal keberadaan konselor juga dipayungi oleh UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa : “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Konselor adalah pendidik, dan “sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan dan terakreditasi.”
Dasar legal tersebut memperkuat posisi dan keyakinan bahwa konselor adalah pendidik yang dihasilkan oleh program studi Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Konselor adalah tenaga professional yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk menyelenggarakan layanan professional bagi masyarakat. Tenaga professional bimbingan dan konseling disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan dan konseling, jenjang S1, S2 dan S3, termasuk Pendidikan Profesi di dalamnya.
Arah dan perspektif baru bimbingan dan konseling, aspek legal, dan tantangan yang dihadapi konselor dan usaha memfasilitasi perkembangan dan merespos kebutuhan manusia dalam masyarakat global menuntut konselor sebagai tenaga professional berkeahlian tinggi. Para (calon) konselor perlu memiliki pengalaman langsung yang lebih dalam melayani klien agar mampu menguasai berbagai keterampilan dalam membentuk klien, mengelola dan menemukan kegiatan yang efektif dalam membantu klien.
Kebijakan pengembangan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia difokuskan pada upaya :
a.        Mengokohkan dan mempromosikan identitas, kelayakan, dan akuntabilitas konselor professional secara nasional maupun internasional.
b.        Menegaskan identitas profesi bimbingan dan konseling dan masyarakat konselor yang secara nasional maupun internasional,
c.        Memantapkan kerjasama antara Lembaga Pendidikan Tinggi Tenaga Kependidikan sebagai penyelenggara pendidikan konselor dengan organisasi profesi (ABKIN) dalam mendidik dan menyiapkan konselor professional.
d.       Mendorong perkembangan profesi konselor sesuai dengan tuntutan dinamika perkembangan masyakat.
e.        Memberikan perlindungan kepada profesi konselor serta para pengguna layanan bimbingan dan konseling.














BAB II
IDENTITAS PROFESI

Identitas profesi menyangkut standar profesi. Ada tiga hal utama dalam standar profesi yaitu etik, sertifikat dan akreditasi, dan kredensialisasi, dengan landasan epistemology yang jelas.
Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling terletak dalam wilayah ilmu normative, dengan fokus kajian utama bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya (what it is) kepada bagaimana seharusnya (what should beI) Layanan bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis dalam suasana pedagogis, dia adalah layanan psikopedagogis, dalam seting persekolahan maupaun luar sekolah, dalam konteks kultur, nilai, dan religi yang diyakini klien dan konselor.
Keyakinan filosofis dan keilmuan ini menjadi dasar legal bagi bimbingan dan konseling masuk dalam wilayah layanan psikologis dalam suasana peagogis; menjadi dasar legal bagi seorang konselor memasuki dunia layanan psikologis. Karena sifat normative pedagogis ini maka fokus orentasi bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku yang seharusnya dikuasai oleh individu untuk jangka panjang, menyangkut ragam proses perilaku pendidikan, karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan. Seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia klien.

A.    Etik
Kekuatan dan eksistensi suatu profesi muncul dari kepercayaan public. Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukannya hanya dapat diperoleh dari orang yang dipersepsikannya sebagai orang yang berkompeten untuk memberikan layanan. Kepercayaan public akan menentukan definisi profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara professional. Kepercayaan public akan melanggengkan profesi, karena di dalamnya terkandung keyakinan public bahwa profesi dan para anggotanya itu :
1.        Memiliki komptensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi. Kompetensi ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus sebelum memasuki dunia praktek professional. Para professional dipersyaratkan untuk menunjukkan kelanggengan kompetensinya yang dibuktikan melalui ujian periodic.
2.        Ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku professional dan melindungi kesejahtaraan public. Aspek penting dalam hal ini adalah kepercayaan :
a.       Adanya kondifikasi perilaku professional sebagai aturan yang mengandung nilai keahlian dan kaidah-kaidah, perilaku profesional yang tidak semata-mata melindungi anggota profesi tetapi juga melindungi kesejateraan public.
b.      Bahwa anggota profesi akan mengorganisasikan dan bekerja dengan berpegang kepada standar perilaku professional. Diyakini bahwa seorang professional akan menerima tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri; mampu melakukan self regulation. Dua aspek penting dari self regulation adalah : (i) melahirkan sendiri kode etik, dan (ii) standar praktek.
c.       Anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa mereka bekerja. Keyakinan ini barangkali paling rawan; menyangkut komitmen seorang professional terhadap nilai yang melintasi nilai-nilai kepentingan pribadi dan motivasi finansial.
Pertanyaan etik tentang profesi berakar pada kepercayaan publik yang mendefinisikan profesi itu dan menjadi kepdulian utama seluruh anggota kelompok professional. Setiap saat persepsi publik terhadap profesi dapat berubah karena perilaku tidak etis, tak professional atau tak bertanggung jawab dari para anggotanya. Seorang konselor professional mesti menaruh kepedulian khusus terhadap klien, karena klien amat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi. Etika konseling harus melibatkan kesadaran dan komitmen untuk memlihara pentingnya tanggung jawab melindungi kepercayaan klien. Seorang konselor harus menyadari dakan kemungkinan pengaruh tindakannya terhadap status klien pada saat ini dan yang akan datang dan harus mampu membuat penilaian moral dan etik.
Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self regulation dari profesi itu. Suatu organisasi profesi harus mengembangkan kode etik secara fair. Kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik. Kode etik professional merupakan variable kognitif yang penting yang akan mempengaruhi pertimbagnan etis dari seorang (konselor) professional. Kode etik menyiapkan panduan berkenaan dengan parameter etik profesi.
Kode etik konselor Indonesia yang telah dirumuskan dan disepakati, ayang perlu terus disempurnakan, memerlukan penegasan dalam implementasi dan supervise. Penegasan indentitas profesi Bimbingan dan Konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan supervisinya. ABKIN harus dan akan segera menetapkan peneerapan kode etik bagi para konselor di dalam menjalankan fungsi, tanggung jawab, dan layanan professional kepada masyarakat, disertai supervise berdasarkan standar yang disepakati.

B.     Sertifikasi dan Akreditasi
Predikat konselor didasarkan atas sertifikasi yang dimiliki seseorang. Sertifikasi diberikan oleh lembaga pendidikan, tenaga kependidikan dalam program yang disiapkan secara khusus untuk itu. Program studi yang ada di LPTK adalah program yang terakreditasi dan berwenang menyiapkan tenaga konselor professional. Kelayakan sebuah lembaga penyelenggara pendidikan konselor didasarkan pada hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional bersama-sama dengan ABKIN.
Keterlibatan ABKIN dalam melakukan akreditasi dipandang penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan kompetensi nasional yang harus dicapai melalui program pendidikan konselor di LPTK. Dengan sertifikasi dan akreditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi professional karena hanya dilakukan oleh konselor yang tersertifikasi.

C.    Kredensialisasi
Kredensialisasi adalah penganugerahan kepercayaan kepada konselor professional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan professional secara independen kepada masyarakat  maupun di dalam lembaga tertentu. Lisensi diberikan oleh ABKIN atas dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan dilakukan evaluasi secara periodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa diberikan. Pemberian lisensi diberikna atas hasil asesmen nasional yang dilakukan ABKIN melalui Badan Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional. Seorang konselor idak secara otomatis memperoleh kredensial, kecuali atas dasar permohonan dan melakukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah.




BAB III
STRUKTUR KOMPTENSI KONSELOR

Pertanyaan epistemology, posisi keilmuan, dan fokus kajian bimbingan dan konseling membawa implikasi bagi pengembangan kompetensi yang harus dikuasai konselor. Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses kesadaran, akomodasi, dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja. Sebagai suatu keutuhan, kompetensi konselor merujuk kepada penguasaan konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat membantu, dan unjuk kerja professional yang akuntabel. Kompetensi konselor mesti dibangun dari landasan filosofis tentang hakikat manusia dan kehidupannya sebagai amkhluk Allah Yang Maha Kuasa, pribadi, dan warga negara yang ada dalam konteks kultur tertentu, yaitu kultur Indonesia.
Konselor adalah pendidik, karena itu konselor harus berkompeten sebagai pendidik. Konselor adalah seorang professional, karena itu layanan bimbingan dan konseling harus diatur dan didasarkan kepada regulasi perilaku professional, yaitu Kode Etik. Seorang konselor professional perlu memiliki kesadaran etik karena di dalam layanan kepada siswa (manusia) maupun dalam kolaborasi dengan pihak lain akan selalu diperhadapkan kepada persoalan dan isu-isu etis dalam pengambilan keputusan untuk membantu individu.
Konselor bekerja dalam berbagai seting, dan itu menjadi kekhususan dari wilayah layanan bimbingan dan konseling. Keragaman seting pekerjaan konselor ini mengandung makna adanya pengetahuan, sikap, dan ketrampilan bersama yang harus dikuasai oleh konselor dalam seting manapun. Kompetensi ini disebut kompetensi inti, sebagai kompetensi bersama (common competencies), yang harus dikuasai oleh konselor sekolah, perkawinan, karir, traumatic, rehabilitasi, dan kesehatan mental. Setiap seting bimbingan dan konseling menghendaki kompetensi khusus yang harus dikuasai konselor untuk dapat memberikan layanan dalam seting/wilayah khusus itu.
Dalam kapasitasnya sebagai pendidik, konselor berperan dan berfungsi sebagai seorang pendidik psikologis (psychological educator/psychoeducator), dengan perangkat pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya untuk membantu individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Peran ini merepresentasikan sebuah tantangan yang dapat memperkuat tujuan-tujuan keilmuan dan praktek professional konselor sebagai layanan yang menunjukkan keunikan dan kebermaknaan tersendiri di dalam masyarakat . Sebagai sorang pendidik psikologis, konselor harus kompeten dalam hal :
1.      Penguasaan konsep dan praksis pendidikan.
2.      Kesadaran dan komitemen etika professional.
3.      Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu.
4.      Penguasaan konsep dan praksis asesmen.
5.      Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling.
6.      Pengelolaan program bimbingan dan konseling.
7.      Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.






STRUKTUR DAN KEPROFESIAN
PROFESI KONSELING

Tuntutan akan profesionalisasi pelayanan konseling semakin gencar, kental dan mengkristal. Pelayanan ini terarah untuk semua sasaran layanan pada setting sekolah, maupun luar sekolah yang secara keseluruhan mencakup spectrum yang amat luas. Pelayanan ini tidak lain ialah untuk mengembangkan diri individu secara total dan optimal demi kehidupan yang membahagaiakan.
1.      Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling berada di dalam keseluruhan pelayanan bagi perkembangan dan kehabagiaan hidup kemanusiaan. Dengan berbagai potensi, kebutuhan dan kondisi dirinya, setiap individu dikehendaki untuk berkembang secara optimal, menjalani dan mencapai taraf kehidupan yang bermartabat serta membahagiakan. Untuk terwujudnya hal-hal yang dimaksudkan itu diperlukan berbagai pelayanan.
Ada tiga tingkatan pelayanan secara menyeluruh, yaitu pelayanan dasar, pelayanan prakonseling, dan pelayanan teraputik (lihat lampiran 1). Pelayanan dasar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar individual agar eksistensi kehidupan dan perkembangannya terjamin. Pelayanan prakonseling dimaksudkan agar individu terhindar dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, serta terbukanya kesempatan bagi perkembangan potensi dan masa depan. Dengan pelayanan dasar dan prakonseling yang memadai A individu akan dapat berkembang dan menjalani kehidupannya secara minimal wajar. Timbulnya masalah dapat tercegah sampai seminimal mungkin.
Pelayanan teraputik hanya diperlukan apabila individu mengalami masalah (dalam perkembangan dan kehidupannya sehari-hari) yang benar-benar mengganggu atau serius. Pelayanan ini dimaksudkan untuk mengentaskan permasalahan tersebut dan mengembalikan individu ke perkembangan yang wajar dan kehidupan yang efektif.
Secara khusus, pelayanan konseling berpuncak pada pelayanan teraputik. Meskipun demikian, pelayanan konseling juga berperananan dalam pelayanan prakonseling, bahkan dalam pelayanan dasar. Untuk ini diperlukan pendekatan dan teknik-teknik pelayanan yang benar-benar professional guna menjamin suksesnya pengentasan masalah (dalam pelayanan terapiutik), serta mencegah timbul dan berkembangnya masalah pada tingkat dasar dan prakonseling.

2.      Spektrum Profesi Konseling
Pendekatan dan teknik-teknik konseling professional tercakup di dalam spectrum profesi konseling (lihat lampiran 2). Dilandasi oleh wawasan konseling yang kuat, jenis layanan dan pendukung konseling dalam format-format layanannya disusun dan dikembangkan. Jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung ini merupakan perangkat “persenjataan” konselor dalam “memerangi” permasalahan dan mendorong perkembangan individu yang optimal dan kehidupan yang efektif.
Kemampuan konselor dengan perangkatnya itu menjadi milik yang mempribadi pada diri konselor professional sehingga dirasakan sebagai keyakinan filsafat dan pandangan hidup yang tercermin di dalam sikap, tindakan dan komitmen dirinya; semuanya itu untuk kepentingan dan kebahagiaan klien. Ciri-ciri keprofesionalan konselor itu diperoleh dan dikembangkan melalui pendidikan prajabatan dan dalam jabatan, serta melalui perjalanan praktik pribadi. Lebih jauh, kemampuan professional konselor itu diuji melalui prosedur kredensial yang berlaku. Organisasi profesi konseling berperanan secara signifikan dalam penyiapan, pembinaan dan pengembangan kinerja konselor professional.
3.      Konselor sebagai Pendidik
Bagi dunia konseling, salha satu ketentuan ang dipancangkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa konselor adalah pendidik. Ini berarti bahwa pelayanan konseling adalah pelayanan pendidikan. Pendekatan dan teknik-teknik konseling adalah pendekatan dan teknik pembelajaran, sebagai wujud upaya pendidikan, dengan modus konseling. Demikian pula, klien dalam proses konseling adalah peserta didik yang mengalami proses pembelajaran dengan modus konseling.
Karena konselor adalah pendidik, maka ilmu pendidikan harus menjadi dasar keilmuan bagi para konselor. Kaidah-kaidah tentang hakikat manusia, tujuan pendidikan, serta hubungan pendidik dan peserta didik dalam situasi pendidikan merupakan kaidah keilmuan pokok yang menjadi komponen utama peristiwa pendidikan. Situasi pendidikan itu diwujudkan dalam proses pembelajaran yang di dalamnya ada unsure-unsur kewibawaan  dan  kewiyataan. Kebiwabaan mengacu kepada hubungan interpersonal antara pendidik dan peserta didik, sedangkan kewiyataan mengacu kepada materi pembelajaran dan modus pengolahannya sehingga materi tersebut dikuasai oleh peserta didi. Dikembangkannya kewibawaan mengarah kepada kondisi high touch, dan kewiyataan mengarah kepada kondisi high tech  dalam proses pembelajaran.
Konselor sebagai pendidik harus mampu menerapkan kaidah-kaidah keilmuan pendidikan tersebut melalui modus pelayanan konseling. Spektrum profesi konseling sebagaimana tergambar pada Lampiran 2 sepenuhnya mamuat kaidah-kaidah pokok keilmuan pendidikan yang dimaksudkan itu. Disamping itu sisi kekhususan pelayanan konseling menekankan bahwa pelayanan konseling secara amat kental diwarnai oleh kaidah-kaidah psikologi dan unsure-unsur budaya pihak-pihak yang dilayani. Oleh karena itu, paradigma konseling dilukiskan sebagai : pelayanan psikopaedagogik dalam bingkai budaya.
4.      Pelayanan Konseling di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga yang sepenuhnya melaksanakan upaya pelayanan pendidikan kepada peserta didik. Melalui penyelenggarakan proses pembelajaran dengan muatan substansi berbagai mata pelajaran pelayanan pendidikan itu dilaksanakan. Para guru mata pelajaran menggunakan hampir seluruh waktu yang disediakan oleh sekolah untuk kepentingan proses pembelajaran dengan mata pelajaran itu. Dalam kaidah proses pemelajaran oleh guru mata pelajaran itu, pertanyaan muncul yaitu : karena guru-guru tersebut melakukan proses pembelajaran (yang adalah pendidikan), apakah itu berarti mereka juga telah melaksanakan pelayanan konseling?
Secara singkat, jawaban atas pertanyaan itu adalah : belum, karena proses pembelajaran yang mereka laksanakan itu belum menggunakan modus-modus pelayanan konseling. Modus-modus pelayanan konseling, yang berbeda dan modus pengajaran mata pelajaran, akan jelas terlihat pada berbagai jenis layanan konseling dan kegiatan-kegiatan pendukungnya, dengan SKM (Standar Kompetensi Minimal) dan SPO (Standar Prosedur Operasional)nya. Para guru mata pelajaran itu tidak melaksanakan berbagai  jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling.
Jika para guru itu belum melaksanakan pelayanan konseling, pertanyaan berikutnya muncul, yaitu : apa dan bagaimana posisi pelayanan konseling di sekolah? Posisi pelayanan konseling adalah dalam kerangka pengembangan diri peserta didik secara totalitas. Dalam kaitan ini, proses pembelajaran dengan fokus hanya mata pelajaran belujm sepenuhnya menjangkau keseluruhan wilayah pengembangan diri peserta didik. Pelayanan konselinglah yang memungkinkan pengembangan diri peserta didik menjadi wajar, total, dan optimal.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar