BAB I
DASAR PEMIKIRAN
A.
Profesi
Konseling dan Dinamika Kehidupan Masyarakat
Bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi terbatas
hanya pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga dalam seting luar
sekolah dan kemasyarakatan. Kehidupan global dan kemjuan teknologi informasi
yang memperhadapkan manusia kepada perubahan pesat dan ragam informasi yang
amat banyak, menghendaki manusia untuk selalu memperbaiki kemampuan dan
kecakapan di dalam memilih dan mengolah informasi agar dapat mengambil
keputusan secara tepat. Perbaikan kemampuan dan kecakapan semacam ini perlu
dilakukan secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan melalui proses
belajar. Proses belajar menjadi proses sepanjang hayat dan menyangkut seluruh
aspek kehidupan atau sejagat hayat. Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat
akan menjadi determinan eksistensi dan ketahanan hidup manusia.
Belajar sepanjang hayat dan sejagat hayat adalah proses
dan aktivitas yang terjadi melekat dalam kehidupan manusia sehari-hari, karena
dia selalu diperhadapkan kepada lingkungan yang selalu berubah yang menuntut
manusia harus selalu menyesuaikan, memperbaiki, mengubah dan meningkatkan mutu
perilaku untuk dapat memfungsikan diri secara efektif di dalam lingkungan.
Menyikapi dinamika masyarakat tersebut, profesi
bimbingan dan konseling perlu menekankan pada perspektif baru bimbinga dan
konseling yang berorientasi pada kemudahan individu dalam :
- Mengakses informasi bermutu tetang kesempatan belajar.
- Memberikan bantuan pribadi untuk mengintegrasikan hidup, belajar dan bekerja.
- Menumbuhkembangkan individu sebagai pribadi, professional, dan warga negara yang self motivated.
Arah dan persepektif baru bimbingan dan konseling menjadikan
bimbingan dan konseling sebagai upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi
individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, pengembangan perilaku
efektif, dan peningkatan keberfungsian individu dalam lingkungannya. Semua
perubahan perilaku ini merupakan proses perkembangan, proses interaksi antara
individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan
produktif.
Bimbingan dan konseling memegang tugas dang tanggung
jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis
antara individu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk
mengembangkan, memperbaiki, dan memperluas perilaku. Bimbingan dan konseling
pada hakikatnya adalah sebuah proses layanan perkembangan individu, tidak hanya
untuk pemecahan masalah saat ini melainkan berorientasi pada pengebangan perilaku
jangka panjang. Bimbingan dan konseling bergerak dari orientasi
terapeutik-klinis kearah perkembangan.
B.
Arah
Kebijakan Pengembangan Profesi Konselor
Undang-undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pendidikan sebagai”…
usaha sadar mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.” Definisi ini
membangun paradigma baru praktik pendidikan yang lebih menekankan kepada
pembelajaran alih-alih kepada proses belajar mengajar. Mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran menjadi fokus utama proses pendidikan. Fokus
kegiatan pendidikan tidak lagi terletak sebatas kegiatan mengajar dengan
mengutamakan peran guru, melainkan secara sengaja dan terencana melibatkan
berbagai profesi pendidik, untuk menangani ragam aspek perkembangan peserta
didik.
Suasana belajar dan proses pembelajaran yang
dikembangkan harus menyentuh banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik.
Pengetahuan, keterampilan, sistem nilai, dan perilaku yang dipelajari peserta
didik di kelas, secara klasikal, perlu diperhalus dan diinternalisasi. Ini
adalah sebuah proses individuasi pendidikan yang harus menyentuh dunia
kehidupan peserta didik secara individual. Proses ini tidak cukup hanyak
dilakukan oleh guru, tetapi perlu bantuan profesi pendidik lain yang disebut
konselor. Kolaborasi dengan profesi pendidik lain menjadi amat diperlukan. Di
dalam lingkungan sekolah, guru bisa berkolaborasi dengan profesi pendidik lain
selain guru, yaitu konselor dan pengembangan kurikulum.
Aspek legal keberadaan konselor juga dipayungi oleh UU
RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 yang
menyatakan bahwa : “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Konselor adalah pendidik, dan
“sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan dan terakreditasi.”
Dasar legal tersebut memperkuat posisi dan keyakinan
bahwa konselor adalah pendidik yang dihasilkan oleh program studi Bimbingan dan
Konseling di Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Konselor
adalah tenaga professional yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk
menyelenggarakan layanan professional bagi masyarakat. Tenaga professional
bimbingan dan konseling disiapkan dan dihasilkan oleh program studi bimbingan
dan konseling, jenjang S1, S2 dan S3, termasuk Pendidikan Profesi di dalamnya.
Arah dan perspektif baru bimbingan dan konseling, aspek
legal, dan tantangan yang dihadapi konselor dan usaha memfasilitasi
perkembangan dan merespos kebutuhan manusia dalam masyarakat global menuntut
konselor sebagai tenaga professional berkeahlian tinggi. Para
(calon) konselor perlu memiliki pengalaman langsung yang lebih dalam melayani
klien agar mampu menguasai berbagai keterampilan dalam membentuk klien,
mengelola dan menemukan kegiatan yang efektif dalam membantu klien.
Kebijakan pengembangan profesi bimbingan dan konseling
di Indonesia
difokuskan pada upaya :
a.
Mengokohkan dan mempromosikan identitas, kelayakan, dan
akuntabilitas konselor professional secara nasional maupun internasional.
b.
Menegaskan identitas profesi bimbingan dan konseling
dan masyarakat konselor yang secara nasional maupun internasional,
c.
Memantapkan kerjasama antara Lembaga Pendidikan Tinggi
Tenaga Kependidikan sebagai penyelenggara pendidikan konselor dengan organisasi
profesi (ABKIN) dalam mendidik dan menyiapkan konselor professional.
d.
Mendorong perkembangan profesi konselor sesuai dengan
tuntutan dinamika perkembangan masyakat.
e.
Memberikan perlindungan kepada profesi konselor serta
para pengguna layanan bimbingan dan konseling.
BAB II
IDENTITAS PROFESI
Identitas profesi menyangkut standar profesi. Ada tiga hal utama dalam standar profesi
yaitu etik, sertifikat dan akreditasi, dan kredensialisasi, dengan landasan
epistemology yang jelas.
Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling
terletak dalam wilayah ilmu normative, dengan fokus kajian utama bagaimana
memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya (what it is) kepada bagaimana seharusnya
(what should beI) Layanan bimbingan
dan konseling adalah layanan psikologis
dalam suasana pedagogis, dia adalah layanan
psikopedagogis, dalam seting persekolahan maupaun luar sekolah, dalam
konteks kultur, nilai, dan religi yang diyakini klien dan konselor.
Keyakinan filosofis dan keilmuan ini menjadi dasar
legal bagi bimbingan dan konseling masuk dalam wilayah layanan psikologis dalam
suasana peagogis; menjadi dasar legal bagi seorang konselor memasuki dunia
layanan psikologis. Karena sifat normative pedagogis ini maka fokus orentasi
bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku yang seharusnya dikuasai oleh
individu untuk jangka panjang, menyangkut ragam proses perilaku pendidikan,
karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan. Seorang konselor
hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa
depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia klien.
A. Etik
Kekuatan dan eksistensi suatu profesi muncul dari
kepercayaan public. Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukannya hanya
dapat diperoleh dari orang yang dipersepsikannya sebagai orang yang berkompeten
untuk memberikan layanan. Kepercayaan public akan menentukan definisi profesi
dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara professional.
Kepercayaan public akan melanggengkan profesi, karena di dalamnya terkandung
keyakinan public bahwa profesi dan para anggotanya itu :
1.
Memiliki komptensi dan keahlian yang disiapkan melalui
pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi. Kompetensi
ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus sebelum memasuki dunia
praktek professional. Para professional
dipersyaratkan untuk menunjukkan kelanggengan kompetensinya yang dibuktikan
melalui ujian periodic.
2.
Ada
perangkat aturan untuk mengatur perilaku professional dan melindungi
kesejahtaraan public. Aspek penting dalam hal ini adalah kepercayaan :
a.
Adanya kondifikasi perilaku professional sebagai aturan
yang mengandung nilai keahlian dan kaidah-kaidah, perilaku profesional yang
tidak semata-mata melindungi anggota profesi tetapi juga melindungi
kesejateraan public.
b.
Bahwa anggota profesi akan mengorganisasikan dan
bekerja dengan berpegang kepada standar perilaku professional. Diyakini bahwa
seorang professional akan menerima tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri;
mampu melakukan self regulation. Dua
aspek penting dari self regulation
adalah : (i) melahirkan sendiri kode etik, dan (ii) standar praktek.
c.
Anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang
dengan siapa mereka bekerja. Keyakinan ini barangkali paling rawan; menyangkut
komitmen seorang professional terhadap nilai yang melintasi nilai-nilai kepentingan
pribadi dan motivasi finansial.
Pertanyaan etik tentang profesi berakar pada
kepercayaan publik yang mendefinisikan profesi itu dan menjadi kepdulian utama
seluruh anggota kelompok professional. Setiap saat persepsi publik terhadap profesi
dapat berubah karena perilaku tidak etis, tak professional atau tak bertanggung
jawab dari para anggotanya. Seorang konselor professional mesti menaruh
kepedulian khusus terhadap klien, karena klien amat rawan untuk dimanipulasi
dan dieksploitasi. Etika konseling harus melibatkan kesadaran dan komitmen
untuk memlihara pentingnya tanggung jawab melindungi kepercayaan klien. Seorang
konselor harus menyadari dakan kemungkinan pengaruh tindakannya terhadap status
klien pada saat ini dan yang akan datang dan harus mampu membuat penilaian
moral dan etik.
Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self regulation dari profesi itu. Suatu
organisasi profesi harus mengembangkan kode etik secara fair. Kode etik
merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintah,
mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau mencegah
para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik. Kode etik professional
merupakan variable kognitif yang penting yang akan mempengaruhi pertimbagnan
etis dari seorang (konselor) professional. Kode etik menyiapkan panduan
berkenaan dengan parameter etik profesi.
Kode etik konselor Indonesia yang telah dirumuskan dan
disepakati, ayang perlu terus disempurnakan, memerlukan penegasan dalam
implementasi dan supervise. Penegasan indentitas profesi Bimbingan dan
Konseling harus diwujudkan dalam implementasi kode etik dan supervisinya. ABKIN
harus dan akan segera menetapkan peneerapan kode etik bagi para konselor di
dalam menjalankan fungsi, tanggung jawab, dan layanan professional kepada
masyarakat, disertai supervise berdasarkan standar yang disepakati.
B. Sertifikasi dan Akreditasi
Predikat konselor didasarkan atas sertifikasi yang
dimiliki seseorang. Sertifikasi diberikan oleh lembaga pendidikan, tenaga kependidikan
dalam program yang disiapkan secara khusus untuk itu. Program studi yang ada di
LPTK adalah program yang terakreditasi dan berwenang menyiapkan tenaga konselor
professional. Kelayakan sebuah lembaga penyelenggara pendidikan konselor
didasarkan pada hasil akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional
bersama-sama dengan ABKIN.
Keterlibatan ABKIN dalam melakukan akreditasi dipandang
penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan kompetensi nasional yang
harus dicapai melalui program pendidikan konselor di LPTK. Dengan sertifikasi
dan akreditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi professional
karena hanya dilakukan oleh konselor yang tersertifikasi.
C. Kredensialisasi
Kredensialisasi adalah penganugerahan kepercayaan
kepada konselor professional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki
kewenangan dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan professional
secara independen kepada masyarakat
maupun di dalam lembaga tertentu. Lisensi diberikan oleh ABKIN atas
dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan
dilakukan evaluasi secara periodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa
diberikan. Pemberian lisensi diberikna atas hasil asesmen nasional yang
dilakukan ABKIN melalui Badan Akreditasi
dan Kredensialisasi Konselor Nasional. Seorang
konselor idak secara otomatis memperoleh kredensial, kecuali atas dasar
permohonan dan melakukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau
sekolah.
BAB III
STRUKTUR KOMPTENSI
KONSELOR
Pertanyaan epistemology, posisi keilmuan, dan fokus
kajian bimbingan dan konseling membawa implikasi bagi pengembangan kompetensi
yang harus dikuasai konselor. Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan
mulai dari proses kesadaran, akomodasi, dan tindakan nyata sebagai wujud
kinerja. Sebagai suatu keutuhan, kompetensi konselor merujuk kepada penguasaan
konsep, penghayatan dan perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat
membantu, dan unjuk kerja professional yang akuntabel. Kompetensi konselor
mesti dibangun dari landasan filosofis tentang hakikat manusia dan kehidupannya
sebagai amkhluk Allah Yang Maha Kuasa, pribadi, dan warga negara yang ada dalam
konteks kultur tertentu, yaitu kultur Indonesia.
Konselor adalah pendidik, karena itu konselor harus
berkompeten sebagai pendidik. Konselor adalah seorang professional, karena itu
layanan bimbingan dan konseling harus diatur dan didasarkan kepada regulasi
perilaku professional, yaitu Kode Etik. Seorang konselor professional perlu
memiliki kesadaran etik karena di dalam layanan kepada siswa (manusia) maupun
dalam kolaborasi dengan pihak lain akan selalu diperhadapkan kepada persoalan
dan isu-isu etis dalam pengambilan keputusan untuk membantu individu.
Konselor bekerja dalam berbagai seting, dan itu menjadi
kekhususan dari wilayah layanan bimbingan dan konseling. Keragaman seting
pekerjaan konselor ini mengandung makna adanya pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan bersama yang harus dikuasai oleh konselor dalam seting manapun.
Kompetensi ini disebut kompetensi inti, sebagai kompetensi bersama (common competencies), yang harus
dikuasai oleh konselor sekolah, perkawinan, karir, traumatic, rehabilitasi, dan
kesehatan mental. Setiap seting bimbingan dan konseling menghendaki kompetensi
khusus yang harus dikuasai konselor untuk dapat memberikan layanan dalam
seting/wilayah khusus itu.
Dalam kapasitasnya sebagai pendidik, konselor berperan
dan berfungsi sebagai seorang pendidik psikologis (psychological educator/psychoeducator), dengan perangkat
pengetahuan dan keterampilan psikologis yang dimilikinya untuk membantu
individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Peran ini
merepresentasikan sebuah tantangan yang dapat memperkuat tujuan-tujuan keilmuan
dan praktek professional konselor sebagai layanan yang menunjukkan keunikan dan
kebermaknaan tersendiri di dalam masyarakat . Sebagai sorang pendidik
psikologis, konselor harus kompeten dalam hal :
1.
Penguasaan konsep dan praksis pendidikan.
2.
Kesadaran dan komitemen etika professional.
3.
Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu.
4.
Penguasaan konsep dan praksis asesmen.
5.
Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling.
6.
Pengelolaan program bimbingan dan konseling.
7.
Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan
konseling.
STRUKTUR DAN KEPROFESIAN
PROFESI KONSELING
Tuntutan akan profesionalisasi pelayanan konseling
semakin gencar, kental dan mengkristal. Pelayanan ini terarah untuk semua
sasaran layanan pada setting sekolah,
maupun luar sekolah yang secara keseluruhan mencakup spectrum yang amat luas.
Pelayanan ini tidak lain ialah untuk mengembangkan diri individu secara total
dan optimal demi kehidupan yang membahagaiakan.
1. Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling berada di dalam keseluruhan
pelayanan bagi perkembangan dan kehabagiaan hidup kemanusiaan. Dengan berbagai
potensi, kebutuhan dan kondisi dirinya, setiap individu dikehendaki untuk
berkembang secara optimal, menjalani dan mencapai taraf kehidupan yang
bermartabat serta membahagiakan. Untuk terwujudnya hal-hal yang dimaksudkan itu
diperlukan berbagai pelayanan.
Ada
tiga tingkatan pelayanan secara menyeluruh, yaitu pelayanan dasar, pelayanan prakonseling, dan pelayanan teraputik (lihat lampiran 1). Pelayanan dasar dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar individual agar eksistensi kehidupan dan
perkembangannya terjamin. Pelayanan prakonseling dimaksudkan agar individu
terhindar dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, serta terbukanya
kesempatan bagi perkembangan potensi dan masa depan. Dengan pelayanan dasar dan
prakonseling yang memadai A individu akan dapat berkembang dan menjalani
kehidupannya secara minimal wajar. Timbulnya masalah dapat tercegah sampai
seminimal mungkin.
Pelayanan teraputik hanya diperlukan apabila individu
mengalami masalah (dalam perkembangan dan kehidupannya sehari-hari) yang
benar-benar mengganggu atau serius. Pelayanan ini dimaksudkan untuk
mengentaskan permasalahan tersebut dan mengembalikan individu ke perkembangan
yang wajar dan kehidupan yang efektif.
Secara khusus, pelayanan konseling berpuncak pada
pelayanan teraputik. Meskipun demikian, pelayanan konseling juga berperananan
dalam pelayanan prakonseling, bahkan dalam pelayanan dasar. Untuk ini
diperlukan pendekatan dan teknik-teknik pelayanan yang benar-benar professional
guna menjamin suksesnya pengentasan masalah (dalam pelayanan terapiutik), serta
mencegah timbul dan berkembangnya masalah pada tingkat dasar dan prakonseling.
2. Spektrum Profesi Konseling
Pendekatan dan teknik-teknik konseling professional
tercakup di dalam spectrum profesi konseling (lihat lampiran 2). Dilandasi oleh
wawasan konseling yang kuat, jenis layanan dan pendukung konseling dalam
format-format layanannya disusun dan dikembangkan. Jenis-jenis layanan dan
kegiatan pendukung ini merupakan perangkat “persenjataan” konselor dalam
“memerangi” permasalahan dan mendorong perkembangan individu yang optimal dan
kehidupan yang efektif.
Kemampuan konselor dengan perangkatnya itu menjadi
milik yang mempribadi pada diri konselor professional sehingga dirasakan
sebagai keyakinan filsafat dan pandangan hidup yang tercermin di dalam sikap,
tindakan dan komitmen dirinya; semuanya itu untuk kepentingan dan kebahagiaan
klien. Ciri-ciri keprofesionalan konselor itu diperoleh dan dikembangkan
melalui pendidikan prajabatan dan dalam jabatan, serta melalui perjalanan
praktik pribadi. Lebih jauh, kemampuan professional konselor itu diuji melalui
prosedur kredensial yang berlaku. Organisasi profesi konseling berperanan
secara signifikan dalam penyiapan, pembinaan dan pengembangan kinerja konselor
professional.
3. Konselor sebagai Pendidik
Bagi dunia konseling, salha satu ketentuan ang
dipancangkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa konselor adalah pendidik. Ini berarti bahwa pelayanan
konseling adalah pelayanan pendidikan. Pendekatan dan teknik-teknik konseling
adalah pendekatan dan teknik pembelajaran, sebagai wujud upaya pendidikan,
dengan modus konseling. Demikian pula, klien dalam proses konseling adalah
peserta didik yang mengalami proses pembelajaran dengan modus konseling.
Karena konselor adalah pendidik, maka ilmu pendidikan
harus menjadi dasar keilmuan bagi para konselor. Kaidah-kaidah tentang hakikat
manusia, tujuan pendidikan, serta hubungan pendidik dan peserta didik dalam
situasi pendidikan merupakan kaidah keilmuan pokok yang menjadi komponen utama
peristiwa pendidikan. Situasi pendidikan itu diwujudkan dalam proses
pembelajaran yang di dalamnya ada unsure-unsur kewibawaan dan kewiyataan.
Kebiwabaan mengacu kepada hubungan interpersonal antara pendidik dan peserta
didik, sedangkan kewiyataan mengacu kepada materi pembelajaran dan modus
pengolahannya sehingga materi tersebut dikuasai oleh peserta didi.
Dikembangkannya kewibawaan mengarah kepada kondisi high touch, dan kewiyataan mengarah kepada kondisi high tech dalam proses pembelajaran.
Konselor sebagai pendidik harus mampu menerapkan
kaidah-kaidah keilmuan pendidikan tersebut melalui modus pelayanan konseling.
Spektrum profesi konseling sebagaimana tergambar pada Lampiran 2 sepenuhnya
mamuat kaidah-kaidah pokok keilmuan pendidikan yang dimaksudkan itu. Disamping
itu sisi kekhususan pelayanan konseling menekankan bahwa pelayanan konseling
secara amat kental diwarnai oleh kaidah-kaidah psikologi dan unsure-unsur
budaya pihak-pihak yang dilayani. Oleh karena itu, paradigma konseling
dilukiskan sebagai : pelayanan psikopaedagogik dalam bingkai budaya.
4. Pelayanan Konseling di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga yang sepenuhnya melaksanakan
upaya pelayanan pendidikan kepada peserta didik. Melalui penyelenggarakan
proses pembelajaran dengan muatan substansi berbagai mata pelajaran pelayanan
pendidikan itu dilaksanakan. Para guru mata
pelajaran menggunakan hampir seluruh waktu yang disediakan oleh sekolah untuk
kepentingan proses pembelajaran dengan mata pelajaran itu. Dalam kaidah proses
pemelajaran oleh guru mata pelajaran itu, pertanyaan muncul yaitu : karena
guru-guru tersebut melakukan proses pembelajaran (yang adalah pendidikan),
apakah itu berarti mereka juga telah melaksanakan pelayanan konseling?
Secara singkat, jawaban atas pertanyaan itu adalah :
belum, karena proses pembelajaran yang mereka laksanakan itu belum menggunakan
modus-modus pelayanan konseling. Modus-modus pelayanan konseling, yang berbeda
dan modus pengajaran mata pelajaran, akan jelas terlihat pada berbagai jenis
layanan konseling dan kegiatan-kegiatan pendukungnya, dengan SKM (Standar
Kompetensi Minimal) dan SPO (Standar Prosedur Operasional)nya. Para guru mata pelajaran itu tidak melaksanakan
berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung konseling.
Jika para guru itu belum melaksanakan pelayanan
konseling, pertanyaan berikutnya muncul, yaitu : apa dan bagaimana posisi
pelayanan konseling di sekolah? Posisi pelayanan konseling adalah dalam
kerangka pengembangan diri peserta didik secara totalitas. Dalam kaitan ini,
proses pembelajaran dengan fokus hanya mata pelajaran belujm sepenuhnya
menjangkau keseluruhan wilayah pengembangan diri peserta didik. Pelayanan
konselinglah yang memungkinkan pengembangan diri peserta didik menjadi wajar, total,
dan optimal.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar