(Social Guidance) ]
2.1.1 Pengertian Bimbingan
. Bimbingan merupakan terjemahan dari
guidance yang di dalamnya terkandung beberapa makna. Guidance berasal kata
guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer
(menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Ada yang mengemukakan
bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: showing a way (menunjukkan
jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving
instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya lebih
menekankan proses bimbingan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja
tidak sesuai dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien
lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang
diambilnya.
Djumhur dan Moh. Surya (1975: 24) berpendapat bahwa bimbingan adalah
suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada
individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan
untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan
untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan
dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat Di bawah ini ada pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh beberapa
tokoh atau para ahli diantaranya:
a.
Menurut Crow dan Crow
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik
pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai
kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan
kegiatan-kegiatn hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri,
membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri. (Djumhur, 1975: 25)
b.
Menurut Bimo Walgito
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan
kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi
kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu atau sekumpulan individu
itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa: (1)
bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud
adalah bantuan yang bersifat psikologis, dan (2) tercapainya penyesuaian diri,
perkembangan optimal, dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari
pelaksanaan bimbingan
2.1.2
Pengertian Bimbingan Sosial
Bimbingan
sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengatasi kesulitan-kesuliatan dalam masalah sosial, sehingga individu
dapat menyesuaikan dengan sebaik-baiknya dengan lingkungan sosialnya.
Mengingat proses perkembangan seorang
anak tidak lepas dri pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarga yang
didalamnya ada orang tua sebagai pendidik. Oleh karena itu semua aktifitas dan
tingkah laku orang tua serta cara orang tua mendidik anaknya akan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.
Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang
bertujuan membantu tujuan individu dalam memecahkan dan mengatasi
kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya, sehingga individu mendapatkan
penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan sosialnya (Surya, 1975 : 37).
Dengan melihat pengertian bimbingan
sosial yang dipentingkan adalah agar anak mendapatkan kualitas yang baik.
Adapun kegiatan-kegiatan bimbingan dalam "bimbingan sosial" ini,
diantaranya meliputi :
a. Membentuk
kelompok belajar dan kelompok bermain dengan teman-temannya yang cocok
b. Membantu
dan mencari serta memperoleh dan mencapai kesesuaian dalam
persahabatan-persahabatan pribadi
c. Membantu
dan mencari serta memperoleh cara bergaul dan cara berperan dalam kehidupan
berkelompok
d. Membantu
dalam persiapan, agar memperoleh kesesuai-kesesuaian dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dengan melihat tujuan dan kegiatan bimbingan sosial
tersebut maka ada macam faktor untuk mempengaruhi misalnya dari segi sosial ekonominya,
agar anak mempunyai kemampuan untuk bergaul, berkomunikasi dan bersahabat
dengan orang lain. Teman sebaya dan anggota keluarga adalah lingkungan yang
terdekat dengan anak.
Pengaruh mereka terhadap kemampuan dan
perkembangan serta kepribadian anak sangat penting. Teman serta anggota
keluarga dapat membantu anak untuk menjadi pandai dan kreatif, juga dapat
membentuk sikap bekerja sama serta tahu tenggang rasa didalam hubungan sosial
anak, hal ini sesuai dengan fungsi dari pada kelompok sebaya yaitu sebagai
berikut :
a. Mengajarkan
kebudayaan, artinya dalam kelompok sebaya itu mengajarkan suatu kebudayaan yang
berada ditempat itu
b. Mobilitas
sosial yaitu perubahan status yang lain, misalnya : ada middle-class, ada
lower-class dan lain sebagainya
c. Memberikan
peranan posisi yang baru, artinya kelompok sebaya memberikan kesempatan untuk
anggotanya mengisi peranan sosial yang baru (Ahmadi, 1982 : 107).
Untuk itu bimbingan sosial perlu karena
sering terlupakan yang seolah-olah terdesak oleh kebutuhan akan
bimbingan-bimbingan yang jelas penting bagi anak tersebut. Karena dalam proses
sosialisasi inilah individu atau anak akan berkembang menjadi suatu pribadi
sosial yang terpandu.
2.1.3 Proses
Sosialisasi Dalam Perilaku Anak
Proses sosialisasi anak perspektif
fungsionalisme menurut Robinson Philip (1981: 64), mengatakan sebagai berikut :
Sosialisasi, seperti belajar, berlangsung terus
menerus, selama hidup, namun pada hakekatnya proses sosialisasi itu individu
mempelajari kebiasaan sikap, ide, pola-pola, nilai dan tingkah lakunya,
terutama melalui kedua orang tuanya dan anggota keluarganya yang lain sampai
pada masyarakat yang lebih luas, dimana akan berkembang sesuai dengan tingkah
laku dan tingkat perkembangannya.
Dalam proses sosialisasi inilah individu
atau anak berkembang menjadi suatu pribadi makhluk sosial, oleh karena itu
orang tua memegang peranan penting dalam hubungannya terhadap proses
sosialisasi dan tingkah laku yang merupakan kesatuan yang integral, yang
artinya satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan.
Didalam lingkungan keluarga ada tiga
tujuan sosialisasi, yaitu orang mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan
diri, nilai-nilai dan peran sosial.
a. Proses
mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih
anaknya untuk memelihara kebersihannya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama
dialami anak untuk bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosinal. Anak
harus menahan kemarahannya kepada orang tua atau saudara-saudaranya.
b. Nilai
kebersamaan dengan latihan penguasaan diri ini kepada anak sambil melatih anak
menguasai diri agar permainannya dipinjam kepada temanya, anak diajarkan
nilai-nilai kerjasama dan anak diajarkan penguasaan secara bertanggung jawab.
Untuk itu anak diajarkan nilai-nilai sukses dalam suatu pekerjaan.
c. Mempelajari
peranan-peranan ini terjadi melalui hubungan dalam keluarga. Setelah diri anak
berkembang kesadaran diri sendiri membedakan dirinya dengan orang lain. Anak
mulai mempelajari peranannya sebagai laki-laki atau perempuan (Vembiarto, 1997:
76).
Proses sosialisasi
mempelajari peranan kemudian dilanjutkan dilingkungan yang lebih luas, seperti
kelompok-kelompok yang terorganisir. Karena secara sosiologis. Lingkungan
sosial mencakup lingkungan yang sangat luas, oleh karena itu berintikan pada
interaksi atau hubungan sosial. Peranan lingkungan sosial tampaknya masih
sangat besar apabila dibandingkan dengan peranan keluarga terutama pada lapisan
masyarakat menengah ke bawah. Bahkan dapat dikatakan faktor-faktor eksternal
lebih besar peranannya dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Didalam lingkungan formal yaitu sekolah,
sangat mempengaruhi pola hidup anak-anak sebab kelompok sepermainan biasanya
tumbuh dilembaga-lembaga formal tersebut. Selain itu mutu guru-guru dan mutu
sekolah juga sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak-anak. Untuk itu
keluarga harus mampu memerankan proses sosialisasinya khususnya anggota
tersebut, agar anggotanya berhasil dalam pergaulan atau penyesuaian didalam
hubungan sosialnya. Didalam interaksi atau hubungan sosial anak dengan orang
tua yang baik dan wajar merupakan suatu bekal bagi kemungkinan untuk menjadi
anggota masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila hubungan dengan keluarga
kurang harmonis atau kurang baik maka kemungkinan besar interaksi sosial atau
penyesuaian sosialnya tidak baik pula didalam lingkungan masyarakatnya.
Dengan demikian bimbingan sosial yang
bersifat universal dan multi fungsional baik dalam pengawasan sosial,
pendidikan sebagai emosional anak, sumber kasih sayang, pendidikan keagamaan,
perlindungan, tanggung jawab kedisiplinan, kesopanan dilakukan dalam keluarga
terhadap anggota-anggota dan masyarakat.
2.1.4 Ciri
dan Sifat Perkembangan Tingkah Laku Anak
Masa anak disebut juga masa puber harus
dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup tahun-tahun akhir masa
kanak-kanak dan tahun akhir masa remaja. Menurut Kartono, (1990 : 92 ) :
Masa pueral atau pra pubertas ini
ditandai oleh berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah, keadaan tersebut
menyebabkan tingkah anak kasar, canggung, kurang begitu sopan, liar dan
lain-lain.
Perkembangan tingkah laku ini seirama
dengan perkembangan kepribadian, karena kepribadian merupakan suatu konsepsi
yang hanya dapat didekati secara fenomologis melalui tingkah laku dan ungkapan,
gambar diri manusia. Dari ilmu pengetahuan dapat dikatakan bahwa dalam
perkembangan tingkah laku amat menunjukkan perubahan yang begitu besar dan
menyolok dari masa sebelumnya. Dan dengan melakukan persepsi terhadap dunia
sekitarnya. Disamping terhadap diri sendiri yang menimbulkan kesadaran akan
sosial serta perkembangan psikopisinya.
Adapun pola-pola tingkah laku sosial
dimaksud secara ringkas sebagai berikut:
a. Tingkah
laku yang terarah yang mendapatkan pemuasan terhadap kebutuhan agar diterima
oleh orang lain.
b. Tingkah
laku terarah untuk mendapatkan pemuasan dan penerimaan dan terakhir penolakan
dari orang lain.
c. Tingkah
laku yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan agresif semata-mata.
Sedangkan menurut Suyanto (1988 : 123)
mengatakan bahwa tiap-tiap sifat-sifat anak adalah sebagai berikut:
a. Egocentris,
artinya segala sesuatu ingin dipusatkan kepadanya, demi kepentingannya ia
menuntut agar seluruh lingkungan berada dibawah kekuasaannya.
b. Suka
menentang, membantah, segala permintaan, suruhan, larangan, anjuran, keharusan
dan sebagainya.
c. Ia
selalu berusaha menarik perhatian, semua orang yang ada disekitarnya harus
memperhatikannya.
d. Ia
selalu menuntut kebebasan.
e. Dia
selalu meminta untuk dihargai, dipuji dan tidak mau dicela, dipersalahkan atau
dianggap tidak mampu.
f. Keberaniannya
bertambah, rasa takutnya mulai kurang
Untuk bertingkah laku yang baik anak harus
bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi kelangsungan hidupnya. Dalam
penyesuaian diri ini tidak bisa berlangsung sewenang-wenang karena adanya
norma-norma, baik norma itu berupa aturan-aturan hokum tata tertib yang
tertulis maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, sopan santun
dilingkungan kelompok maupun masyarakat.
Dan orang tua perlu bekerja sama dengan
para pendidik sekolah karena pada usia ini sering juga anak menunjukkan tingkah
laku yang kurang sesuai dengan teman-teman sebaya untuk berkumpul bersatu,
bersama-sama mencapai atau mencari identitas dirinya dalam perkembangan
kepribadiannya.
2.1.5 Kebutuhan
Sosial Psikologi Anak
Sebagai seorang individu, sebagai anak
remaja bahwa setiap manusia kompleks dan unik. Meskipun demikian secara umum
masing-masing individu berbeda dalam bertingkah laku, yang pada prinsipnya
berjuang untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam prilaku juga dipertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, pada umumnya mulai kebutuhan pokok yang bersifat
psikologis seperti : sandang, pangan dan papan yakni tempat berlindung sampai
pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan psikologis.
Adapaun kebutuhan-kebutuhan anak
menurut Darajat (1974 : 215) sebagai berikut :
a. Kebutuhan
akan kasih sayang
b. Kebutuhan
akan rasa nyaman
c. Kebutuhan
akan harga diri
d. Kebutuhan
akan kebebasan
e. Kebutuhan
akan rasa sukses
f. Kebutuhan
akan mengenal
Kebutuhan sosial dimaksud diatas adalah
keinginan untuk diterima orang lain, untuk mengadakan hubungan dan di hubungi
orang lain sehingga dapat hidup berkelompok dan bekerja sama. Tidak hanya dalam
keluarga sendiri tetapi juga dalam lingkungan masyarakat. Kebutuhan akan kasih
sayang, kebutuhan akan rasa ingin tahu (untuk memperoleh pengalaman baru),
kebutuhan akan rasa aman (untuk tentram), kebutuhan untuk mendapatkan perhatian
orang lain (rasa akan harga diri), kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan
sukses. Keinginan akan hidup berkelompok biasanya didorong oleh rasa senang dan
apabila dapat bergaul dan diterima dalam kelompok, disamping itu adanya rasa
memenuhi kebutuhan dirinya terhadap orang lain.
Dan untuk kebutuhan tersebut sering
dirasakan oleh anak dalam pergaulan-pergaulan dalam masyarakat atau disekolah,
baik terhadap teman-teman maupun terhadap guru, karena interaksi dan mofikasi
dari dasar kepribadian dan pola-pola sikap anak dan telah diperoleh melalui
pertumbuhan dan perkembangannya akan dialami secara lebih meluas, apabila si
anak tersebut memasuki sekolah yang lebih tinggi.
2.1.6 Tingkah
Laku Sosial Anak
Anak mempunyai kebutuhan untuk mengerti
dan memahami persoalan-persoalan tertentu, rasa bebas dari persoalan-persoalan
tertentu dalam memberikan rasa kasih sayang, rasa tenang dan aman pada
seseorang, karena mereka telah memahami tentang persoalan-persoalan yang ingin
difahami. Unutk itulah apabila kebutuhan-kebutuhan seseorang terpenuhi maka
tingkah lakunya yang kemungkinan menyimpang dapat dihndari. Mengingat bahwa
tingkah laku anak juga menunjukkan ciri dan sifat yang telah diuraikan dimuka.
Disamping itu anak juga mempunyai kemauan dan tingkah laku yang positif yang
perlu dikembangkan dan ditunjukkan. Anak-anak juga mampu seorang individu yang
berdiri sendiri dan dapat membina hubungan baik dengan lingkungannya. Adapun
tingkah laku sosial anak menurut Sulastri (1983 88) :
a. Menghayati
sukses-suksesnya dalam kelompok pada pengalaman-pengalaman dan keberhasilannya.
b. Turut
serta menimbulkan tanggung jawab kelompok
c. Menyatakan
rasa kasih sayang kepada anggota keluarga, teman dan orang lain
d. Menyatakan
kesediaan dan kesetiaan kepada kelompoknya.
Adapun tingkah laku sosial anak
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
a. Disiplin
dalam menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok, artinya ikut tanggung
jawab dalam kegiatan sosial sebagai seorang dewasa yang bertanggung jawab,
menghormati, serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
lingkungannya.
b. Tanggung
jawab, maksudnya anak turu serta menimbulkan tanggung jawab kelompok, dan mampu
memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan.
c. Kesopanan,
dalam arti anak mampu dan dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis
kelamin masing-masing sesuai dengan norma-norma masyarakat.
d. Kejujuran,
dalam arti anak mampu menghayati sukses-sukses dalam kelompok, juga
pengalamn-pengalaman, keberhasilan dan tingkah laku di lingkungannya kepada
kelompok.
2.1.7 Bidang
Bimbingan Sosial Meliputi Kegiatan Pemberian Orientasi
a. Susunan kehidupan dan tatakrama tentng
hubungan sisial disekolah, baik sesama teman, guru, wali kelas, maupun staf
sekolahan lainnya.
b. Peraturan dan tatatertib memasuki/
menggunakan kantor, kelas, perpustakaan, laboratorium dan fasilitas lainnya.
c. Lingkungan sosial masyarakat lingkungan
sekolah dengan berbagai bentuk tuntutan pergaulan dan kebiasaan masyarakat.
d. Wadah yang ada disekolah, yang dapat
membantu dan meningkatkan serta mengembangkan hubungan sisial siswa seperti
OSIS, Pramuka, UKS, PMR, kesenian dan sejenisnya.
e. Organisasi orang tua dan guru.
f. Adanya pelayanan bimbingan sosial bagi
para siswa.
2.2 Rasa
Rendah Diri
2.2.1 Pengertian Rasa Rendah Diri
Penelitian awal dalam bidang ini
dipelopori oleh Alfred Adler, yang menggunakan contoh kompleks yang dialami
Napoleon untuk mengilustrasikan teorinya. Beberapa ahli sosiologi berpendapat
bahwa kompleks rendah diri juga dapat dirasakan pada tingkatan yang lebih luas,
yaitu pada suatu budaya dari bangsa tertentu. Bangsa yang mengalaminya di
antaranya Australia dan beberapa bangsa yang pernah dijajah lainnya.
Aliran
Adler menunjukkan perbedaan antara rasa rendah diri primer dan sekunder. Rasa
rendah diri primer berakar dari pengalaman sebenarnya dari anak saat dia lemah,
tak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Perasaan demikian bisa lebih
meningkat saat dibandingkan dengan sesamanya atau dengan orang dewasa. Rasa
rendah diri sekunder berhubungan dengan pengalaman orang dewasa saat ia gagal
mencapai tujuan akhir yang tidak disadari dan fiktif berupa keamanan subjektif
dan berhasil mengkompensasi perasaan rendah dirinya. Jauhnya pencapaian tujuan
akan membawa pada perasaan kurang yang akan mengembalikan perasaan rendah dirinya;
gabungan perasaan rendah diri demikian akan sangat terasa. Tujuan yang
ditentukan untuk menghilangkan rasa rendah diri pertama yang bersifat primer
justru menjadi penyebab rasa rendah diri kedua yang bersifat sekunder.
Lingkaran setan biasa dialami oleh penderita neurosis.
Rendah
diri tidaklah sama dengan rendah hati, meskipun keduanya memiliki simtom yang
mirip yaitu tidak menonjolkan apa yang ada pada dirinya kepada orang lain.
Perbedaan utamanya, rendah hati didasari niat tidak mau membanggakan diri,
sedangkan rendah diri adalah karena merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari
diri sendiri
Menurut Hendranata (2005:19),rasa rendah
diri, adalah perasaan bahwa seseorang lebih rendah dibanding orang lain dalam
satu atau lain hal. Perasaan demikian dapat muncul sebagai akibat sesuatu yang
nyata atau hasil imajinasinya saja. Rasa rendah diri sering terjadi tanpa
disadari dan bisa membuat orang yang merasakannya melakukan kompensasi yang
berlebihan untuk mengimbanginya, berupa prestasi yang spektakuler, atau
perilaku antisosial yang ekstrim, atau keduanya sekaligus. Tidak seperti rasa
rendah diri yang normal, yang dapat mendorong pencapaian prestasi, kompleks
rasa rendah diri adalah berupa keadaan putus asa parah, yang mengakibatkan
orang yang mengalaminya melarikan diri saat mengalami kesulitan.
Sedangkan
Ubaydillah (2007:75) mengatakan bahwa :
Perasaan rendah
diri adalah bentuk sikap yang timbul dari perasaan seseorang yang merasa
dirinya serba kurang dari orang lain, dan perasaan ini ditimbulkan oleh sifat-sifat
negatif yang dimiliki seseorang dan bisa juga terjadi karena perasaan terlalu
kejam menghakimi diri sendiri.
Rendah diri
terjadi karena menjadikan orang lain sebagai referensi utama tentang
keberhasilan, kepandaian, kesuksesan, dan kebahagiaan. Bukan sekedar pembanding
atau pemacu semangat, mereka adalah simbol kemenangan sehingga terjadilah
perasaan kalah dalam pertandingan semu. Ini menjadi hal yang mempersulit
kemampuan melihat diri sendiri, menikmati semua karunia yang telah diterima,
dan menjauhkan diri dari pergaulan yang sehat dan wajar, atau memaksa memakai
topeng sebelum menghadapi orang lain.
Rendah
diri adalah ironi, karena faktor utamanya adalah ketakutan direndahkan oleh
orang lain yang dianggap sebagai acuan, yang memicu adanya pagar maya
menghambat perjuangan ambisi, tidak berani bersaing, dan tidak percaya pada
kemampuan sendiri untuk mencoba. Lalu lingkaran setan terjadi, ketika kegagalan
untuk menunjukkan diri segera menjadi umpan balik bagi meningkatnya perasaan
rendah diri layaknya bola salju yang terus menggelinding dan membesar, hingga
semakin jauh terbenam. Dan semakin tenggelam oleh perasaan.
2.2.2
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Rasa Rendah Diri
Penyebab rasa rendah diri antara lain dapat karena cacat fisik, aib
keluarga, keterbatasan ekonomi keluarga, pola pendidikan keluarga, teman
bermain, peristiwa memalukan ataupun iklim sekolah yang tidak kondusif.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa sikap rendah diri timbul karena
perasaan negatif yang timbul dari perasaan sendiri misalnya cacat jasmani
sehingga merasa tidak normal, tidak sama dengan orang lain, bisa juga karena
merasa tidak sepadan dengan teman-teman sepergaulan karena pendidikan yang jauh
lebih rendah dengan yang lainnya, atau derajat kekayaan yang menjadi tolok
ukurannya, maka lahirlah istilah kaum Jetzet atau anak gedongan sebagai golongan orang kaya. Juga ada anak
bawang, bahkan anak singkong untuk golongan orang miskin.
Ubaydillah (2007:81) menyebutkan faktor-faktor penyebab rendah diri
antara lain :
a.
Saat lahir - setiap orang lahir dengan perasaan rendah
diri karena pada waktu itu ia tergantung pada orang lain yang berada di
sekitarnya.
b.
Sikap orangtua - memberikan pendapat dan evaluasi
negatif terhadap perilaku dan kelemahan anak di bawah enam tahun akan
menentukan sikap anak tersebut.
c.
Kekurangan fisik - seperti kepincangan, bagian wajah
yang tidak proporsional, ketidakmampuan dalam bicara atau penglihatan
mengakibatkan reaksi emosional dan berhubungan dengan pengalaman tidak
menyenangkan sebelumnya.
d.
Keterbatasan mental - membawa rasa rendah diri saat
dilakukan perbandingan dengan prestasi tinggi dari orang lain, dan saat
diharapkannya penampilan yang sempurna padahal aturannya pun tidak dipahami.
e.
Kekurangan secara sosial - keluarga, ras, jenis
kelamin, atau status sosial.
Perlu disadari
bahwa penyakit rendah diri itu betul-betul adalah perasaan sendiri, yaitu takut
tidak pantas, takut dipandang bodoh, takut keliru, takut tidak ditanggapi, dan
jadinya selalu menilai diri sendiri kurang ini, kurang itu selalu serba salah
dan jadi kuper (Kurang Pergaulan), Kerena untuk bergaul diperlukan perasaan
Percaya Diri yang kuat.
2.2.3 Bahaya
dari Rasa Rendah Diri
Menurut seorang para tokoh ilmu jiwa, bahwa dalam pribadi seseorang
sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan mendasar, diantaranya adalah dorongan
ingin berkuasa untuk pembentukan sebuah harga diri seseorang.
Jika dorongan ambisi ingin berkuasa dalam bentuk apapun selalu tertekan
atau terpendam maka akan timbul harga diri yang berkurang yaitu istilah
populernya Rendah diri atau Minder. Rasa rendah diri, tidak dalam kamus orang
yang kreatif, baik dalam bentuk pikiran atau dalam bentuk tindakan, Tapi hal
ini akan berakibat buruk bagi orang yang tidak bisa berfikir kreatif apalagi
tidak bisa berfikir sehat
a. Rendah
diri itu berbahaya. Meskipun ia tidak melanggar hukum sehingga siapa saja boleh
merasakannya, dan tak ada seorangpun bisa mencegahnya, namun rendah diri
membawa dampak menghilangnya potensi-potensi keragaman keindahan yang belum
sempat muncul. Rendah diri bisa membuat gampang menyalahkan orang lain dan
keadaan. Ia bisa menimbulkan perasaan iri tanpa juntrungan, memicu pribadi
bertopeng dan pencari jalan pintas. Bahkan rendah diri bisa menyebar dan
menular bagai wabah ketika akhirnya definisi tentang keberhasilan dan
kemenangan menjadi homogen oleh mereka yang memiliki cara pandang sama dan
itu-itu saja.
b. Rendah
diri adalah potensi kesombongan. Kala ukuran kesuksesan dilihat dari kulit
luar, maka ketika menganggap diri telah mencapai standar tersebut, ia bisa
menjadi sombong dan merendahkan orang lain seperti waktu sebelumnya ia merasa
direndahkan lingkungannya. Merendahkan diri sendiri maupun merendahkan orang
lain, adalah sama-sama bentuk dari rasa tidak berterima kasih atas segala anugerah
dari Sang Maha Pengatur. (Ubaydillah, 2007:83)
c. Perasaan ini
bisa dimanifestasikan dalam bentuk penarikan diri dari kontak sosial atau
pencarian perhatian yang berlebihan dari orang lain, kritik, kepatuhan
berlebihan, dan perasaan khawatir.
Ternyata hampir
semua orang mempunyai perasaan rendah diri, tapi kadar penyakit rendah diri ini
berbeda satu dengan yang lain dan hasilnyapun akan jauh berberda dari cara
seseorang memeranginya. Maka Napoleon Bonaparte menasihati demikian:
"kalau penyakit rendah diri hinggap pada anda, segeralah perangi sekuat
tenaga dengan hal-hal positif. Dan sadarilah bahwa tidak satupun mahluk didunia
ini yang sempurna. Seperti kata pepatah
: tak ada gading yang tak retak".
Ciri ciri rendah diri antara lain : suka menyendiri, suka menahan
keinginannya sendiri, takut diremehkan orang lain, bersikap ekstra hati hati,
menolak ke keramaian, merasa diri penuh kekurangan dan tidak percaya bahwa
dirinya memiliki kelebihan yang unik.
2.2.4 Upaya-upaya Mencegah Timbulnya Rasa Rendah
Diri
Hendranata (2005:22) menyebutkan cara-cara yabng ditempuh untuk mencegah
timbulnya rasa rendah diri, antara lain dengan :
a.
Menerima diri apa adanya dan bersikap terbuka terhadap
orang lain
b.
Bersedia mengakui kelebihan dan kekurangan orang lain
c.
Belajar mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
d.
Mengambil hikmah atas kekurangan diri sendiri dan
berfokus dan terus meningkatkan kelebihan diri
e.
Senantiasa berfikir positif
f.
Bersahabat dengan segala lapisan namun tetap memilih
teman teman yang positif
g.
Ikut aktif dalam kegiatan sekolah, sosial, keagamaan
dsb.
Disamping
itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan upaya mengatasi
rasa rendah diri :
a.
Membangun imunitas dalam diri
Upaya pertahanan terbaik adalah membangun imunitas dalam diri kita agar
mampu mengatasi efek kejadian tidak terduga tersebut. Untuk meraih imunitas
internal tersebut mulailah dengan keyakinan bahwa kita bisa bertahan hidup.
Selanjutnya, kewajiban kita menunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga,
serta kerabat bahwa kita yakin bisa berbuat yang terbaik untuk bisa bertahan
hidup. Jadi, kita bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, apalagi menunjukkan
ketakutan atau kelemahan dalam menghadapi hidup ini.
b.
Kerja keras
Rasa rendah diri memang bisa terasa mendasar bila melihat kenyataan
melihat orang cacat fisik, kesadaran akan asal ras tertentu, kurang pendidikan,
kemiskinan, atau keturunan yang tidak baik di mata masyarakat. Mereka harus
lebih kompetitif dan tidak dilanda rasa iri hati atas kesuksesan teman lain.
Untuk itu pula kita harus bekerja keras seperti halnya orang difabel yang punya
prestasi luar biasa, seperti Hellen Keller, Beethoven, Thomas Alva Edison.
Yang membuat mereka sukses adalah filosofi "Bergembiralah dengan
rasa rendah dirimu karena justru dengan perasaan itu kita bisa sukses".
Dengan demikian akhirnya kita menyadari selama ini kita terbelenggu
"kecenderungan terlampau mengasihani diri dan menghabiskan energi untuk meratapi
takdir dengan berharap punya orangtua baru, masa anak-anak baru, tahu cara
berganti warna kulit, dan sebagainya. Ubahlah segera pola pikir kompensasi
negatif menjadi kompensasi positif dengan cara mengubah ungkapan "Saya
tidak bisa" menjadi "Saya bisa".
c.
Hindari menjadikan diri sendiri menjadi
musuh
Hindari menjadikan dirimu sendiri jadi musuhmu dengan selalu mengasihani
diri karena mengasihani diri sendiri merupakan sarana bagi kehancuran diri
kita. Seseorang yang tidak bisa menghargai diri sendiri adalah orang yang
selalu berada dalam keraguan. Bersemangat dan berkontribusi sekecil apa pun
dalam roda kehidupan memang tidak akan membuat diri kita penuh kebahagiaan,
tetapi paling tidak bisa menangkal kebebalan otak kita selama ini. Penyaluran hobi
musik, seni, sastra, olahraga, juga bisa menjadi penyembuh rendah diri.
d.
Disiplin dan tanggungjawab
Lakukanlah hal-hal yang tadinya kita hindari dengan penuh disiplin dan
tanggung jawab. Misalnya, karena merasa bentuk tubuh kita kurang cocok untuk
berdansa, maka kita bisa saja menghindari dansa. Untuk itu, mulailah memutuskan
belajar berdansa dengan disiplin yang baik sehingga keterampilan yang kita
miliki menjadi sesuatu yang membanggakan dan dengan sendirinya kita akan
melupakan kekurangan bentuk tubuh kita.
e.
Berani memutuskan
Jadi, kita harus berani memutuskan menghadapi hal-hal yang kita takutkan
sebelumnya. Berlatihlah mengungkapkan ide saat berdiskusi dengan teman dan
beranikanlah mulai bertanya kepada guru yang mengajar manakala tidak memahami
apa yang diterangkan guru.
Bagi orang yang berfikir kreatif dan berfikir positif maka perasaan
rendah diri ini akan diolah, dijadikan semacam energi untuk menghidupkan
semangat juang yang tak kunjung padam untuk mengejar kekurangan-kekurangannya.
Ia akan bersemangat untuk mengejar sukses dalam meraih cita-citanya untuk
menutupi kekurangannya, yang mana bisa berakibat menimbulkan perasaan rendah
diri tersebut. Sikap ini sangat berguna sekali bagi orang-orang tersebut karena
apapun yang menjadi kekurangannya dalam hal bersaing dengan orang lain pasti
dia lebih giat mencari tahu dengan belajar, membaca, ikut kursus dan sebagainya
untuk mencari sumber-sumber untuk menambah pengetahuannya.
Bagi orang yang selalu berfikir negatif dan tidak bisa berfikir realistis
atau berakal sehat, maka perasaan rendah diri yang sudah terbentuk akan semakin
berat menekan harga dirinya, Dan kalau perasaan Rendah diri ini terus menerus
tidak mendapat saluran, akan menimbulkan rasa jengkel, baik pada diri sendiri atau pada orang lain
dan lahirlah sikap iri hati, dengki, apatis (tidak perdulian), rasa takut untuk
bertindak, benci terhadap lingkungannya (bersikap curiga). Dan yang paling
berbahaya suka menjadi orang yang sombong (sok) yaitu untuk menutupi
kekurangannya dia bisa bertindak sok tahu, sok berani, sok ngatur, sok ngebos,
sok jagoan dan sebagainya. Sehingga menimbulkan juga kebencian dari
lingkungannya sendiri, karena bisanya orang yang dihinggapi perasaan rendah
diri sering menjengkelkan lingkungannya sendiri baik keluarga, teman, atau
masyarakat pada umumnya.
Biasanya didalam diri orang yang merasa rendah diri, sering ditemukan
potensi yang luar biasa dilain bidang (pada suatu bidang tertentu). Banyak
orang yang menjadi jutawan dan terkenal karena berhasil menguasai perasaan
rendah dirinya.
Dr. William
Neaston (dalam Hendranata, 2005 :24) mengemukakan pendapatnya bahwa:
"Banyak orang berpendidikan hebat justru tidak pernah melahirkan ide hebat
yang baru atau daya cipta yang baik, sebaliknya orang tertentu yang hanya
tamatan sekolah dasar atau sekolah lanjutan atas saja mampu mencapai hasil
gemilang, karena daya kreatifitasnya yang tak ternilai". Mereka percaya
pada kemampuan diri sendiri dan penuh daya upaya yang aktif. Jangan rendah
diri. Hidup hanya sekali harus dinikmati dan dijalani dengan penuh percaya
diri. Berjuang dan bersyukur tak berhenti.
2.3 Pengaruh Bimbingan Sosial (Social
Guidance) Terhadap Penanganan Siswa Yang Rendah Diri
Setiap individu atau siswa
yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang khas, maka dalam proses
belajar mengajarnya pasti akan menemui berbagai hambatan atau permasalahan yang
muncul. Permasalahan tersebut baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri,
keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakatnya.
Melalui Bimbingan sosial adalah merupakan
jenis bimbingan yang bertujuan membantu tujuan individu dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya, sehingga individu
mendapatkan penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan sosialnya.
Mengingat
para peserta didik merupakan individu yang berada pada masa-masa tranisisi
yakni dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa seringkali ditemui rasa rendah
diri/minder pada siswa, karena pada dasarnya rasa rendah diri ada dalam setiap
orang. Untuk mengatasinya perlu adanya pembinaan sikap sosial remaja mulai dari
masa-masa transisi awal ini.
Penanganan secara dini dan professional
yang mengarah pada perbaikan dan pencegahan meluasnya permasalahan yang
dihadapi siswa sangatlah dibutuhkan. Hal ini perlu perhatian yang serius dari
berbagai pihak yang berkaitan dengan kegiatan belajar siswa disekolah maupun
diluar sekolah. Salah satu personil sekolah yang mempunyai kepentingan dan
kewajiban secara langsung menangani permasalahan ini adalah konselor sekolah
atau petugas bimbingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar