Selasa, 01 November 2011

Bimbingan SosiaL

 (Social Guidance) ]
2.1.1 Pengertian Bimbingan
.       Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di dalamnya terkandung beberapa makna. Guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Ada yang mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: showing a way (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat). 
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya lebih menekankan proses bimbingan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
Djumhur dan Moh. Surya (1975: 24) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya  (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat Di bawah ini ada pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh atau para ahli diantaranya:
a.         Menurut Crow dan Crow
       Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatn hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri. (Djumhur, 1975: 25)
b.        Menurut Bimo Walgito
       Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa: (1) bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada  individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis, dan (2) tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal, dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan bimbingan
2.1.2        Pengertian Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi kesulitan-kesuliatan dalam masalah sosial, sehingga individu dapat menyesuaikan dengan sebaik-baiknya dengan lingkungan sosialnya.
Mengingat proses perkembangan seorang anak tidak lepas dri pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarga yang didalamnya ada orang tua sebagai pendidik. Oleh karena itu semua aktifitas dan tingkah laku orang tua serta cara orang tua mendidik anaknya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.
Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan membantu tujuan individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya, sehingga individu mendapatkan penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan sosialnya (Surya, 1975 : 37).

Dengan melihat pengertian bimbingan sosial yang dipentingkan adalah agar anak mendapatkan kualitas yang baik. Adapun kegiatan-kegiatan bimbingan dalam "bimbingan sosial" ini, diantaranya meliputi :
a.       Membentuk kelompok belajar dan kelompok bermain dengan teman-temannya yang cocok
b.      Membantu dan mencari serta memperoleh dan mencapai kesesuaian dalam persahabatan-persahabatan pribadi
c.       Membantu dan mencari serta memperoleh cara bergaul dan cara berperan dalam kehidupan berkelompok
d.      Membantu dalam persiapan, agar memperoleh kesesuai-kesesuaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan melihat tujuan dan kegiatan bimbingan sosial tersebut maka ada macam faktor untuk mempengaruhi misalnya dari segi sosial ekonominya, agar anak mempunyai kemampuan untuk bergaul, berkomunikasi dan bersahabat dengan orang lain. Teman sebaya dan anggota keluarga adalah lingkungan yang terdekat dengan anak.
Pengaruh mereka terhadap kemampuan dan perkembangan serta kepribadian anak sangat penting. Teman serta anggota keluarga dapat membantu anak untuk menjadi pandai dan kreatif, juga dapat membentuk sikap bekerja sama serta tahu tenggang rasa didalam hubungan sosial anak, hal ini sesuai dengan fungsi dari pada kelompok sebaya yaitu sebagai berikut :
a.       Mengajarkan kebudayaan, artinya dalam kelompok sebaya itu mengajarkan suatu kebudayaan yang berada ditempat itu
b.      Mobilitas sosial yaitu perubahan status yang lain, misalnya : ada middle-class, ada lower-class dan lain sebagainya
c.       Memberikan peranan posisi yang baru, artinya kelompok sebaya memberikan kesempatan untuk anggotanya mengisi peranan sosial yang baru (Ahmadi, 1982 : 107).
Untuk itu bimbingan sosial perlu karena sering terlupakan yang seolah-olah terdesak oleh kebutuhan akan bimbingan-bimbingan yang jelas penting bagi anak tersebut. Karena dalam proses sosialisasi inilah individu atau anak akan berkembang menjadi suatu pribadi sosial yang terpandu.

2.1.3  Proses Sosialisasi Dalam Perilaku Anak
Proses sosialisasi anak perspektif fungsionalisme menurut Robinson Philip (1981: 64), mengatakan sebagai berikut :
Sosialisasi, seperti belajar, berlangsung terus menerus, selama hidup, namun pada hakekatnya proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan sikap, ide, pola-pola, nilai dan tingkah lakunya, terutama melalui kedua orang tuanya dan anggota keluarganya yang lain sampai pada masyarakat yang lebih luas, dimana akan berkembang sesuai dengan tingkah laku dan tingkat perkembangannya.

Dalam proses sosialisasi inilah individu atau anak berkembang menjadi suatu pribadi makhluk sosial, oleh karena itu orang tua memegang peranan penting dalam hubungannya terhadap proses sosialisasi dan tingkah laku yang merupakan kesatuan yang integral, yang artinya satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan.
Didalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu orang mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan diri, nilai-nilai dan peran sosial.
a.       Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anaknya untuk memelihara kebersihannya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama dialami anak untuk bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosinal. Anak harus menahan kemarahannya kepada orang tua atau saudara-saudaranya.
b.      Nilai kebersamaan dengan latihan penguasaan diri ini kepada anak sambil melatih anak menguasai diri agar permainannya dipinjam kepada temanya, anak diajarkan nilai-nilai kerjasama dan anak diajarkan penguasaan secara bertanggung jawab. Untuk itu anak diajarkan nilai-nilai sukses dalam suatu pekerjaan.
c.       Mempelajari peranan-peranan ini terjadi melalui hubungan dalam keluarga. Setelah diri anak berkembang kesadaran diri sendiri membedakan dirinya dengan orang lain. Anak mulai mempelajari peranannya sebagai laki-laki atau perempuan (Vembiarto, 1997: 76).
Proses sosialisasi mempelajari peranan kemudian dilanjutkan dilingkungan yang lebih luas, seperti kelompok-kelompok yang terorganisir. Karena secara sosiologis. Lingkungan sosial mencakup lingkungan yang sangat luas, oleh karena itu berintikan pada interaksi atau hubungan sosial. Peranan lingkungan sosial tampaknya masih sangat besar apabila dibandingkan dengan peranan keluarga terutama pada lapisan masyarakat menengah ke bawah. Bahkan dapat dikatakan faktor-faktor eksternal lebih besar peranannya dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Didalam lingkungan formal yaitu sekolah, sangat mempengaruhi pola hidup anak-anak sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh dilembaga-lembaga formal tersebut. Selain itu mutu guru-guru dan mutu sekolah juga sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak-anak. Untuk itu keluarga harus mampu memerankan proses sosialisasinya khususnya anggota tersebut, agar anggotanya berhasil dalam pergaulan atau penyesuaian didalam hubungan sosialnya. Didalam interaksi atau hubungan sosial anak dengan orang tua yang baik dan wajar merupakan suatu bekal bagi kemungkinan untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila hubungan dengan keluarga kurang harmonis atau kurang baik maka kemungkinan besar interaksi sosial atau penyesuaian sosialnya tidak baik pula didalam lingkungan masyarakatnya.
Dengan demikian bimbingan sosial yang bersifat universal dan multi fungsional baik dalam pengawasan sosial, pendidikan sebagai emosional anak, sumber kasih sayang, pendidikan keagamaan, perlindungan, tanggung jawab kedisiplinan, kesopanan dilakukan dalam keluarga terhadap anggota-anggota dan masyarakat.

2.1.4  Ciri dan Sifat Perkembangan Tingkah Laku Anak
Masa anak disebut juga masa puber harus dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun akhir masa remaja. Menurut Kartono, (1990 : 92 ) :
Masa pueral atau pra pubertas ini ditandai oleh berkembangnya tenaga fisik yang melimpah-limpah, keadaan tersebut menyebabkan tingkah anak kasar, canggung, kurang begitu sopan, liar dan lain-lain.
Perkembangan tingkah laku ini seirama dengan perkembangan kepribadian, karena kepribadian merupakan suatu konsepsi yang hanya dapat didekati secara fenomologis melalui tingkah laku dan ungkapan, gambar diri manusia. Dari ilmu pengetahuan dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan tingkah laku amat menunjukkan perubahan yang begitu besar dan menyolok dari masa sebelumnya. Dan dengan melakukan persepsi terhadap dunia sekitarnya. Disamping terhadap diri sendiri yang menimbulkan kesadaran akan sosial serta perkembangan psikopisinya.
Adapun pola-pola tingkah laku sosial dimaksud secara ringkas sebagai berikut:
a.       Tingkah laku yang terarah yang mendapatkan pemuasan terhadap kebutuhan agar diterima oleh orang lain.
b.      Tingkah laku terarah untuk mendapatkan pemuasan dan penerimaan dan terakhir penolakan dari orang lain.
c.       Tingkah laku yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan agresif semata-mata.
Sedangkan menurut Suyanto (1988 : 123) mengatakan bahwa tiap-tiap sifat-sifat anak adalah sebagai berikut:
a.       Egocentris, artinya segala sesuatu ingin dipusatkan kepadanya, demi kepentingannya ia menuntut agar seluruh lingkungan berada dibawah kekuasaannya.
b.      Suka menentang, membantah, segala permintaan, suruhan, larangan, anjuran, keharusan dan sebagainya.
c.       Ia selalu berusaha menarik perhatian, semua orang yang ada disekitarnya harus memperhatikannya.
d.      Ia selalu menuntut kebebasan.
e.       Dia selalu meminta untuk dihargai, dipuji dan tidak mau dicela, dipersalahkan atau dianggap tidak mampu.
f.       Keberaniannya bertambah, rasa takutnya mulai kurang
Untuk bertingkah laku yang baik anak harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi kelangsungan hidupnya. Dalam penyesuaian diri ini tidak bisa berlangsung sewenang-wenang karena adanya norma-norma, baik norma itu berupa aturan-aturan hokum tata tertib yang tertulis maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, sopan santun dilingkungan kelompok maupun masyarakat.
Dan orang tua perlu bekerja sama dengan para pendidik sekolah karena pada usia ini sering juga anak menunjukkan tingkah laku yang kurang sesuai dengan teman-teman sebaya untuk berkumpul bersatu, bersama-sama mencapai atau mencari identitas dirinya dalam perkembangan kepribadiannya.

2.1.5  Kebutuhan Sosial Psikologi Anak
Sebagai seorang individu, sebagai anak remaja bahwa setiap manusia kompleks dan unik. Meskipun demikian secara umum masing-masing individu berbeda dalam bertingkah laku, yang pada prinsipnya berjuang untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam prilaku juga dipertimbangkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, pada umumnya mulai kebutuhan pokok yang bersifat psikologis seperti : sandang, pangan dan papan yakni tempat berlindung sampai pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan psikologis.
Adapaun kebutuhan-kebutuhan anak menurut Darajat (1974 : 215) sebagai berikut :
a.       Kebutuhan akan kasih sayang
b.      Kebutuhan akan rasa nyaman
c.       Kebutuhan akan harga diri
d.      Kebutuhan akan kebebasan
e.       Kebutuhan akan rasa sukses
f.       Kebutuhan akan mengenal
Kebutuhan sosial dimaksud diatas adalah keinginan untuk diterima orang lain, untuk mengadakan hubungan dan di hubungi orang lain sehingga dapat hidup berkelompok dan bekerja sama. Tidak hanya dalam keluarga sendiri tetapi juga dalam lingkungan masyarakat. Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan rasa ingin tahu (untuk memperoleh pengalaman baru), kebutuhan akan rasa aman (untuk tentram), kebutuhan untuk mendapatkan perhatian orang lain (rasa akan harga diri), kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan sukses. Keinginan akan hidup berkelompok biasanya didorong oleh rasa senang dan apabila dapat bergaul dan diterima dalam kelompok, disamping itu adanya rasa memenuhi kebutuhan dirinya terhadap orang lain.
Dan untuk kebutuhan tersebut sering dirasakan oleh anak dalam pergaulan-pergaulan dalam masyarakat atau disekolah, baik terhadap teman-teman maupun terhadap guru, karena interaksi dan mofikasi dari dasar kepribadian dan pola-pola sikap anak dan telah diperoleh melalui pertumbuhan dan perkembangannya akan dialami secara lebih meluas, apabila si anak tersebut memasuki sekolah yang lebih tinggi.

2.1.6  Tingkah Laku Sosial Anak
Anak mempunyai kebutuhan untuk mengerti dan memahami persoalan-persoalan tertentu, rasa bebas dari persoalan-persoalan tertentu dalam memberikan rasa kasih sayang, rasa tenang dan aman pada seseorang, karena mereka telah memahami tentang persoalan-persoalan yang ingin difahami. Unutk itulah apabila kebutuhan-kebutuhan seseorang terpenuhi maka tingkah lakunya yang kemungkinan menyimpang dapat dihndari. Mengingat bahwa tingkah laku anak juga menunjukkan ciri dan sifat yang telah diuraikan dimuka. Disamping itu anak juga mempunyai kemauan dan tingkah laku yang positif yang perlu dikembangkan dan ditunjukkan. Anak-anak juga mampu seorang individu yang berdiri sendiri dan dapat membina hubungan baik dengan lingkungannya. Adapun tingkah laku sosial anak menurut Sulastri (1983 88) :
a.       Menghayati sukses-suksesnya dalam kelompok pada pengalaman-pengalaman dan keberhasilannya.
b.      Turut serta menimbulkan tanggung jawab kelompok
c.       Menyatakan rasa kasih sayang kepada anggota keluarga, teman dan orang lain
d.      Menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompoknya.
Adapun tingkah laku sosial anak tersebut diatas adalah sebagai berikut :
a.       Disiplin dalam menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok, artinya ikut tanggung jawab dalam kegiatan sosial sebagai seorang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati, serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya.
b.      Tanggung jawab, maksudnya anak turu serta menimbulkan tanggung jawab kelompok, dan mampu memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan.
c.       Kesopanan, dalam arti anak mampu dan dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing sesuai dengan norma-norma masyarakat.
d.      Kejujuran, dalam arti anak mampu menghayati sukses-sukses dalam kelompok, juga pengalamn-pengalaman, keberhasilan dan tingkah laku di lingkungannya kepada kelompok.

2.1.7 Bidang Bimbingan Sosial Meliputi Kegiatan Pemberian Orientasi
a.       Susunan kehidupan dan tatakrama tentng hubungan sisial disekolah, baik sesama teman, guru, wali kelas, maupun staf sekolahan lainnya.
b.      Peraturan dan tatatertib memasuki/ menggunakan kantor, kelas, perpustakaan, laboratorium dan fasilitas lainnya.
c.       Lingkungan sosial masyarakat lingkungan sekolah dengan berbagai bentuk tuntutan pergaulan dan kebiasaan masyarakat.
d.      Wadah yang ada disekolah, yang dapat membantu dan meningkatkan serta mengembangkan hubungan sisial siswa seperti OSIS, Pramuka, UKS, PMR, kesenian dan sejenisnya.
e.       Organisasi orang tua dan guru.
f.       Adanya pelayanan bimbingan sosial bagi para siswa. 



2.2    Rasa Rendah Diri
2.2.1 Pengertian Rasa Rendah Diri
         Penelitian awal dalam bidang ini dipelopori oleh Alfred Adler, yang menggunakan contoh kompleks yang dialami Napoleon untuk mengilustrasikan teorinya. Beberapa ahli sosiologi berpendapat bahwa kompleks rendah diri juga dapat dirasakan pada tingkatan yang lebih luas, yaitu pada suatu budaya dari bangsa tertentu. Bangsa yang mengalaminya di antaranya Australia dan beberapa bangsa yang pernah dijajah lainnya.
Aliran Adler menunjukkan perbedaan antara rasa rendah diri primer dan sekunder. Rasa rendah diri primer berakar dari pengalaman sebenarnya dari anak saat dia lemah, tak berdaya, dan tergantung pada orang lain. Perasaan demikian bisa lebih meningkat saat dibandingkan dengan sesamanya atau dengan orang dewasa. Rasa rendah diri sekunder berhubungan dengan pengalaman orang dewasa saat ia gagal mencapai tujuan akhir yang tidak disadari dan fiktif berupa keamanan subjektif dan berhasil mengkompensasi perasaan rendah dirinya. Jauhnya pencapaian tujuan akan membawa pada perasaan kurang yang akan mengembalikan perasaan rendah dirinya; gabungan perasaan rendah diri demikian akan sangat terasa. Tujuan yang ditentukan untuk menghilangkan rasa rendah diri pertama yang bersifat primer justru menjadi penyebab rasa rendah diri kedua yang bersifat sekunder. Lingkaran setan biasa dialami oleh penderita neurosis.
            Rendah diri tidaklah sama dengan rendah hati, meskipun keduanya memiliki simtom yang mirip yaitu tidak menonjolkan apa yang ada pada dirinya kepada orang lain. Perbedaan utamanya, rendah hati didasari niat tidak mau membanggakan diri, sedangkan rendah diri adalah karena merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari diri sendiri
            Menurut Hendranata (2005:19),rasa rendah diri, adalah perasaan bahwa seseorang lebih rendah dibanding orang lain dalam satu atau lain hal. Perasaan demikian dapat muncul sebagai akibat sesuatu yang nyata atau hasil imajinasinya saja. Rasa rendah diri sering terjadi tanpa disadari dan bisa membuat orang yang merasakannya melakukan kompensasi yang berlebihan untuk mengimbanginya, berupa prestasi yang spektakuler, atau perilaku antisosial yang ekstrim, atau keduanya sekaligus. Tidak seperti rasa rendah diri yang normal, yang dapat mendorong pencapaian prestasi, kompleks rasa rendah diri adalah berupa keadaan putus asa parah, yang mengakibatkan orang yang mengalaminya melarikan diri saat mengalami kesulitan.
Sedangkan Ubaydillah (2007:75) mengatakan bahwa :
Perasaan rendah diri adalah bentuk sikap yang timbul dari perasaan seseorang yang merasa dirinya serba kurang dari orang lain, dan perasaan ini ditimbulkan oleh sifat-sifat negatif yang dimiliki seseorang dan bisa juga terjadi karena perasaan terlalu kejam menghakimi diri sendiri.

Rendah diri terjadi karena menjadikan orang lain sebagai referensi utama tentang keberhasilan, kepandaian, kesuksesan, dan kebahagiaan. Bukan sekedar pembanding atau pemacu semangat, mereka adalah simbol kemenangan sehingga terjadilah perasaan kalah dalam pertandingan semu. Ini menjadi hal yang mempersulit kemampuan melihat diri sendiri, menikmati semua karunia yang telah diterima, dan menjauhkan diri dari pergaulan yang sehat dan wajar, atau memaksa memakai topeng sebelum menghadapi orang lain.
Rendah diri adalah ironi, karena faktor utamanya adalah ketakutan direndahkan oleh orang lain yang dianggap sebagai acuan, yang memicu adanya pagar maya menghambat perjuangan ambisi, tidak berani bersaing, dan tidak percaya pada kemampuan sendiri untuk mencoba. Lalu lingkaran setan terjadi, ketika kegagalan untuk menunjukkan diri segera menjadi umpan balik bagi meningkatnya perasaan rendah diri layaknya bola salju yang terus menggelinding dan membesar, hingga semakin jauh terbenam. Dan semakin tenggelam oleh perasaan.

2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Rasa Rendah Diri
Penyebab rasa rendah diri antara lain dapat karena cacat fisik, aib keluarga, keterbatasan ekonomi keluarga, pola pendidikan keluarga, teman bermain, peristiwa memalukan ataupun iklim sekolah yang tidak kondusif.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa sikap rendah diri timbul karena perasaan negatif yang timbul dari perasaan sendiri misalnya cacat jasmani sehingga merasa tidak normal, tidak sama dengan orang lain, bisa juga karena merasa tidak sepadan dengan teman-teman sepergaulan karena pendidikan yang jauh lebih rendah dengan yang lainnya, atau derajat kekayaan yang menjadi tolok ukurannya, maka lahirlah istilah kaum Jetzet atau anak gedongan  sebagai golongan orang kaya. Juga ada anak bawang, bahkan anak singkong untuk golongan orang miskin.
Ubaydillah (2007:81) menyebutkan faktor-faktor penyebab rendah diri antara lain :
a.       Saat lahir - setiap orang lahir dengan perasaan rendah diri karena pada waktu itu ia tergantung pada orang lain yang berada di sekitarnya.
b.      Sikap orangtua - memberikan pendapat dan evaluasi negatif terhadap perilaku dan kelemahan anak di bawah enam tahun akan menentukan sikap anak tersebut.
c.       Kekurangan fisik - seperti kepincangan, bagian wajah yang tidak proporsional, ketidakmampuan dalam bicara atau penglihatan mengakibatkan reaksi emosional dan berhubungan dengan pengalaman tidak menyenangkan sebelumnya.
d.      Keterbatasan mental - membawa rasa rendah diri saat dilakukan perbandingan dengan prestasi tinggi dari orang lain, dan saat diharapkannya penampilan yang sempurna padahal aturannya pun tidak dipahami.
e.       Kekurangan secara sosial - keluarga, ras, jenis kelamin, atau status sosial.
Perlu disadari bahwa penyakit rendah diri itu betul-betul adalah perasaan sendiri, yaitu takut tidak pantas, takut dipandang bodoh, takut keliru, takut tidak ditanggapi, dan jadinya selalu menilai diri sendiri kurang ini, kurang itu selalu serba salah dan jadi kuper (Kurang Pergaulan), Kerena untuk bergaul diperlukan perasaan Percaya Diri yang kuat.
2.2.3 Bahaya dari Rasa Rendah Diri
Menurut seorang para tokoh ilmu jiwa, bahwa dalam pribadi seseorang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan mendasar, diantaranya adalah dorongan ingin berkuasa untuk pembentukan sebuah harga diri seseorang.
Jika dorongan ambisi ingin berkuasa dalam bentuk apapun selalu tertekan atau terpendam maka akan timbul harga diri yang berkurang yaitu istilah populernya Rendah diri atau Minder. Rasa rendah diri, tidak dalam kamus orang yang kreatif, baik dalam bentuk pikiran atau dalam bentuk tindakan, Tapi hal ini akan berakibat buruk bagi orang yang tidak bisa berfikir kreatif apalagi tidak bisa berfikir sehat
a.   Rendah diri itu berbahaya. Meskipun ia tidak melanggar hukum sehingga siapa saja boleh merasakannya, dan tak ada seorangpun bisa mencegahnya, namun rendah diri membawa dampak menghilangnya potensi-potensi keragaman keindahan yang belum sempat muncul. Rendah diri bisa membuat gampang menyalahkan orang lain dan keadaan. Ia bisa menimbulkan perasaan iri tanpa juntrungan, memicu pribadi bertopeng dan pencari jalan pintas. Bahkan rendah diri bisa menyebar dan menular bagai wabah ketika akhirnya definisi tentang keberhasilan dan kemenangan menjadi homogen oleh mereka yang memiliki cara pandang sama dan itu-itu saja.
b.   Rendah diri adalah potensi kesombongan. Kala ukuran kesuksesan dilihat dari kulit luar, maka ketika menganggap diri telah mencapai standar tersebut, ia bisa menjadi sombong dan merendahkan orang lain seperti waktu sebelumnya ia merasa direndahkan lingkungannya. Merendahkan diri sendiri maupun merendahkan orang lain, adalah sama-sama bentuk dari rasa tidak berterima kasih atas segala anugerah dari Sang Maha Pengatur. (Ubaydillah, 2007:83)
c.   Perasaan ini bisa dimanifestasikan dalam bentuk penarikan diri dari kontak sosial atau pencarian perhatian yang berlebihan dari orang lain, kritik, kepatuhan berlebihan, dan perasaan khawatir.
Ternyata hampir semua orang mempunyai perasaan rendah diri, tapi kadar penyakit rendah diri ini berbeda satu dengan yang lain dan hasilnyapun akan jauh berberda dari cara seseorang memeranginya. Maka Napoleon Bonaparte menasihati demikian: "kalau penyakit rendah diri hinggap pada anda, segeralah perangi sekuat tenaga dengan hal-hal positif. Dan sadarilah bahwa tidak satupun mahluk didunia ini yang sempurna.  Seperti kata pepatah : tak ada gading yang tak retak".
Ciri ciri rendah diri antara lain : suka menyendiri, suka menahan keinginannya sendiri, takut diremehkan orang lain, bersikap ekstra hati hati, menolak ke keramaian, merasa diri penuh kekurangan dan tidak percaya bahwa dirinya memiliki kelebihan yang unik. 

2.2.4 Upaya-upaya Mencegah Timbulnya Rasa Rendah Diri   
Hendranata (2005:22) menyebutkan cara-cara yabng ditempuh untuk mencegah timbulnya rasa rendah diri, antara lain dengan :
a.       Menerima diri apa adanya dan bersikap terbuka terhadap orang lain
b.      Bersedia mengakui kelebihan dan kekurangan orang lain
c.       Belajar mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
d.      Mengambil hikmah atas kekurangan diri sendiri dan berfokus dan terus meningkatkan kelebihan diri
e.       Senantiasa berfikir positif
f.       Bersahabat dengan segala lapisan namun tetap memilih teman teman yang positif
g.      Ikut aktif dalam kegiatan sekolah, sosial, keagamaan dsb.
Disamping itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan upaya mengatasi rasa rendah diri :
a.   Membangun imunitas dalam diri
Upaya pertahanan terbaik adalah membangun imunitas dalam diri kita agar mampu mengatasi efek kejadian tidak terduga tersebut. Untuk meraih imunitas internal tersebut mulailah dengan keyakinan bahwa kita bisa bertahan hidup. Selanjutnya, kewajiban kita menunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, serta kerabat bahwa kita yakin bisa berbuat yang terbaik untuk bisa bertahan hidup. Jadi, kita bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, apalagi menunjukkan ketakutan atau kelemahan dalam menghadapi hidup ini.
b.   Kerja keras
Rasa rendah diri memang bisa terasa mendasar bila melihat kenyataan melihat orang cacat fisik, kesadaran akan asal ras tertentu, kurang pendidikan, kemiskinan, atau keturunan yang tidak baik di mata masyarakat. Mereka harus lebih kompetitif dan tidak dilanda rasa iri hati atas kesuksesan teman lain. Untuk itu pula kita harus bekerja keras seperti halnya orang difabel yang punya prestasi luar biasa, seperti Hellen Keller, Beethoven, Thomas Alva Edison.
Yang membuat mereka sukses adalah filosofi "Bergembiralah dengan rasa rendah dirimu karena justru dengan perasaan itu kita bisa sukses". Dengan demikian akhirnya kita menyadari selama ini kita terbelenggu "kecenderungan terlampau mengasihani diri dan menghabiskan energi untuk meratapi takdir dengan berharap punya orangtua baru, masa anak-anak baru, tahu cara berganti warna kulit, dan sebagainya. Ubahlah segera pola pikir kompensasi negatif menjadi kompensasi positif dengan cara mengubah ungkapan "Saya tidak bisa" menjadi "Saya bisa".
c.   Hindari menjadikan diri sendiri menjadi musuh
Hindari menjadikan dirimu sendiri jadi musuhmu dengan selalu mengasihani diri karena mengasihani diri sendiri merupakan sarana bagi kehancuran diri kita. Seseorang yang tidak bisa menghargai diri sendiri adalah orang yang selalu berada dalam keraguan. Bersemangat dan berkontribusi sekecil apa pun dalam roda kehidupan memang tidak akan membuat diri kita penuh kebahagiaan, tetapi paling tidak bisa menangkal kebebalan otak kita selama ini. Penyaluran hobi musik, seni, sastra, olahraga, juga bisa menjadi penyembuh rendah diri.
d.   Disiplin dan tanggungjawab
Lakukanlah hal-hal yang tadinya kita hindari dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Misalnya, karena merasa bentuk tubuh kita kurang cocok untuk berdansa, maka kita bisa saja menghindari dansa. Untuk itu, mulailah memutuskan belajar berdansa dengan disiplin yang baik sehingga keterampilan yang kita miliki menjadi sesuatu yang membanggakan dan dengan sendirinya kita akan melupakan kekurangan bentuk tubuh kita.


e.   Berani memutuskan
Jadi, kita harus berani memutuskan menghadapi hal-hal yang kita takutkan sebelumnya. Berlatihlah mengungkapkan ide saat berdiskusi dengan teman dan beranikanlah mulai bertanya kepada guru yang mengajar manakala tidak memahami apa yang diterangkan guru.
Bagi orang yang berfikir kreatif dan berfikir positif maka perasaan rendah diri ini akan diolah, dijadikan semacam energi untuk menghidupkan semangat juang yang tak kunjung padam untuk mengejar kekurangan-kekurangannya. Ia akan bersemangat untuk mengejar sukses dalam meraih cita-citanya untuk menutupi kekurangannya, yang mana bisa berakibat menimbulkan perasaan rendah diri tersebut. Sikap ini sangat berguna sekali bagi orang-orang tersebut karena apapun yang menjadi kekurangannya dalam hal bersaing dengan orang lain pasti dia lebih giat mencari tahu dengan belajar, membaca, ikut kursus dan sebagainya untuk mencari sumber-sumber untuk menambah pengetahuannya.
Bagi orang yang selalu berfikir negatif dan tidak bisa berfikir realistis atau berakal sehat, maka perasaan rendah diri yang sudah terbentuk akan semakin berat menekan harga dirinya, Dan kalau perasaan Rendah diri ini terus menerus tidak mendapat saluran, akan menimbulkan rasa jengkel,  baik pada diri sendiri atau pada orang lain dan lahirlah sikap iri hati, dengki, apatis (tidak perdulian), rasa takut untuk bertindak, benci terhadap lingkungannya (bersikap curiga). Dan yang paling berbahaya suka menjadi orang yang sombong (sok) yaitu untuk menutupi kekurangannya dia bisa bertindak sok tahu, sok berani, sok ngatur, sok ngebos, sok jagoan dan sebagainya. Sehingga menimbulkan juga kebencian dari lingkungannya sendiri, karena bisanya orang yang dihinggapi perasaan rendah diri sering menjengkelkan lingkungannya sendiri baik keluarga, teman, atau masyarakat pada umumnya.
Biasanya didalam diri orang yang merasa rendah diri, sering ditemukan potensi yang luar biasa dilain bidang (pada suatu bidang tertentu). Banyak orang yang menjadi jutawan dan terkenal karena berhasil menguasai perasaan rendah dirinya.
Dr. William Neaston (dalam Hendranata, 2005 :24) mengemukakan pendapatnya bahwa: "Banyak orang berpendidikan hebat justru tidak pernah melahirkan ide hebat yang baru atau daya cipta yang baik, sebaliknya orang tertentu yang hanya tamatan sekolah dasar atau sekolah lanjutan atas saja mampu mencapai hasil gemilang, karena daya kreatifitasnya yang tak ternilai". Mereka percaya pada kemampuan diri sendiri dan penuh daya upaya yang aktif. Jangan rendah diri. Hidup hanya sekali harus dinikmati dan dijalani dengan penuh percaya diri. Berjuang dan bersyukur tak berhenti.

2.3 Pengaruh Bimbingan Sosial (Social Guidance) Terhadap Penanganan Siswa Yang Rendah Diri
Setiap individu atau siswa yang satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang khas, maka dalam proses belajar mengajarnya pasti akan menemui berbagai hambatan atau permasalahan yang muncul. Permasalahan tersebut baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri, keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakatnya.
Melalui Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan membantu tujuan individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya, sehingga individu mendapatkan penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan sosialnya.
Mengingat para peserta didik merupakan individu yang berada pada masa-masa tranisisi yakni dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa seringkali ditemui rasa rendah diri/minder pada siswa, karena pada dasarnya rasa rendah diri ada dalam setiap orang. Untuk mengatasinya perlu adanya pembinaan sikap sosial remaja mulai dari masa-masa transisi awal ini.
Penanganan secara dini dan professional yang mengarah pada perbaikan dan pencegahan meluasnya permasalahan yang dihadapi siswa sangatlah dibutuhkan. Hal ini perlu perhatian yang serius dari berbagai pihak yang berkaitan dengan kegiatan belajar siswa disekolah maupun diluar sekolah. Salah satu personil sekolah yang mempunyai kepentingan dan kewajiban secara langsung menangani permasalahan ini adalah konselor sekolah atau petugas bimbingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar